Belakangan ini kita sering mendengar gugatan terhadap
beberapa aspek ke-HMI-an, gugatan tersebut dialamatkan kepada beberapa
aspek ke-HMI-an yang selama ini dianggap mapan dan tidak seorangpun yang
mempertanyakannya, sebenarnya tidak perlu muncul keheranan terkait
timbulnya berbagai gugatan termasuk yang dialamatkan kepada aspek
fundamental organisasi, kenapa? Karena secara sadar pola perkaderan HMI
MPO tidak pernah mendidik kadernya untuk bertaqlid buta terhadap
perkembangan realitas organisasi, baik realitas praktis atau realitas
konseptual. di Rahim basic training mindset para kader sengaja diformat
untung mempertanyakan dan menentang segala yang tidak diterima oleh hati
dan akal sehat, sehingga kelak ketika terdapat kader tertentu yang
melakukan gugatan terhadap lembaga maka, hal tersebut semestinya
disambut gembira sebab itu merupakan pertanda bahwa kader bersangkutan
melakukan pergulatan dan refleksi kelembagaan. Menurut hemat penulis,
yang perlu dilakukan adalah mengarahkan bandul gugatan agar mengarah
kepada sasaran yang tepat, bertanggungjawab dan pruduktif, dalam arti
bahwa si penggugat mesti memahami dengan baik seluk beluk dari barang
yang ingin digugatnya, ini menjadi penting untuk menjamin agar penggugat
tidak bertindak semena – mena dan mampu berlaku secara objektif
terhadap barang yang ingin ia gugat.
Jika dilakukan analisa
kritis maka dapat dijumpai masalah serius terhadap berbagai gugatan
yang muncul, masalah tersebut bermuara pada satu sumber yakni tiadanya
pemahaman utuh terhadap hal yang ingin digugat, si penggugat terkadang
terlalu dini mengambil kesimpulan terhadap hal yang ingin digugat
padahal ia sendiri belum melakukan pengkajian secara utuh terhadap
bagian yang ingin digugat dari dimensi ke-HMI-an. Ketika gugatan tidak
berjalan pada jalur mekanisme yang seharusnya maka akan timbul
konsekuensi logis yang tidak produktif, sebab gugatan tersebut berasal
dari pembacaan “sepotong – sepotong” terhadap realitas yang ingin
digugat maka menjadi wajar jika hasil gugatannya juga bersifat sepotong –
sepotong, dengan kata lain bahwa gugatan tersebut akan berujung kepada
kekeliruan karena berangkat dari sudut pandang yang keliru dalam
mempersepsi barang yang ingin digugat, benar bahwa sudut pandang kita
dalam menilai sesuatu selalu berbeda dan itu merupakan hal yang wajar
dalam ranah diskursus intelektual namun perbedaan tersebut mesti
dibangun di atas pemahaman yang holistik terhadap barang yang kita
pandang, sebab jika tidak maka, protes atau gugatan terhadap aspek
ke-HMI-an akan terkesan sangat subjektif dan secara tak sadar akan
menimbulkan tindakan penghakiman yang tidak proporsional terhadap aspek
tertentu dalam dimensi ke-HMI-an.
Dalam posisi ini penting
dilakukan gugatan kembali terhadap gugatan yang muncul tersebut,
gugatan terhadap sebuah gugatan dimaksudkan untuk melakukan evaluasi
kritis terhadap beberapa titik kelemahan dari gugatan sebelumnya, hal
ini menjadi urgen mengingat sebuah gugatan selalu memiliki peluang untuk
mempengaruhi pola pikir para kader, jika gugatannya tidak
bertanggungjawab terhadap realitas (si penggugat tidak paham secara
menyeluruh terhadap aspek ke-HMI-an yang ingin digugat serta terlalu
dini menarik kesimpulan) maka kemungkinan besar para kader juga akan
mengekspresikanpola pikir yang tidak tersambung dengan realitas
ke-HMIan. Gugatan adalah bagian yang senantiasa mampu mendinamisasi
ruang ke-HMI-an akan tetapi gugatan juga mesti berasal dari pembacaan
dan pemahaman yang utuh terhadap bagian ke-HMI-an yang ingin digugat
agar melahirkan dinamika kelembagaan yang produktif dan terarah.
Penulis: Zaenal Abidin Riam
Ketua Korps Pengader HMI MPO Cabang Makassar Periode 2010 - 2011 M
Posting Komentar