Terminologi
koservatisme secara etimoligi berasal dari perkataan latin yaitu
“conservature” yang merujuk kepada pengekalan suatu adat, tradisi dan
budaya yang diwarisi secara turun- temurun. Penggunaan akar kata
konservatif dengan menggandengkannya dengan akar kata tradisional
merujuk kepada aktifitas mengekalkan, menjaga, mengawasi dan meneruskan
sesuatu amalan dan ritual yang diwarisi secara turun temurun. Dari sudut
pemikiran Islam, aliran terdisionalisme-konservatisme juga merujuk
kepada aliran yang mengekalkan set tradisi ilmu agama yang diwarisi
secara turun temurun dan aliran pemikiran tradisionalisme-konservatisme
seringkali dirujuk sebagai pengekalan terdisi taklid. Taklid yang
berlaku dalam aliran teradisionalisme menyebabkan pengikutnya lebih
berkecenderungan pad aksi spiritual (shalat, puasa, haji dll).
Ciri
lain dari aliran taradisionalisme adalah tidak adanya pembedaan dalam
memandang perkara yang bersifat pokok dan cabang, sebagai contoh
sederhana, isu penutupan aurat, bagi kaum tradisional cara menutup aurat
yang paling tepat adalah dengan memakai jubah untuk laki-laki dan
purdah untuk perempuan dan selain itu dinyatakan tertolak, memang contoh
tersebut terkesan menyederhanakan karena disisi lain terdapat kaum
tradisionalisme tertentu yang tidak dapat diidentifikasi dengan contoh
tersebut, hal ini disebabkan oleh adanya varian dalam kubu
tradisionalisme islam.
Dari sudut metodologi, kaum tradisionalisme islam
lebih memilih untuk menafsirkan dua teks suci (al qur’an dan hadist)
secar literal, walaupun tetap membuka ruang ijtihad (tidak semua) namun
ijtihad tersebut harus berdasarkan pada fatwa ulama generasi awal,
deskripsi ini mengindikasikan bahwa tradisionalis cenderung mengabaikan
konteks sosial historis termasuk menolak kemoderenan karena bagi mereka
cara paling ampuh untuk mengatasi masalah umat hari ini adalah kembali
ke nash dibawah patron ulama klasik sebab cara tersebut telah terbukti
memajukan umat di masa lalu, karakteristik diatas sekaligus menjadi kode
pembeda bagi mereka denagn kaum fundamentalisme ( pseudo tradisional)
sebab sekalipun fundamentalisme menolak modernitas tetapi disisi lain
mereka justru mengapresiasi sains modern dan anaknya (baca: teknologi)
dengan dalih menuntut ilmu tanpa melakukan pemeriksaan kritis terhadap
sains modern.
dari segi estetika maka tradisionalisme tergolong kelompok
yang menaruh perhatian besar pada kesenian baik dari segi karya sastra
maupun seni arsitektur dengan argumentasi bahwa “sesungguhnya Allah itu
indah dan menyukai keindahan”, berbanding terbalik dengan fundamentalis
yang seakan terlihat alergi dengan dunia seni, kemiripan yang nampak
antara tradisionalisme dan fundamentalisme hendaknya dipahami bahwa
fundamentalisme merupakan varian yang lahir dari rahim tradisionalisme
akan tetapi terus mempertegas diri dan melahirkan kode pembeda baru,
sama halnya denagan post tradisionalisme yang juga merupakan varian baru
dari tradisionalisme, hanya saja kelompok yang terakhir tidak melakukan
pemberangusan terhadap tradisi.
Menurut hemat penulis, upaya
konsolidasi diri yang dilakukan kaum tradisional selalu dilatarbelakangi
oleh kecurigaan mereka terhadap modernisme yang dianggap bias
westernisasi sehingga berpotensi menggerogoti keimanan umat baik dalam
bentuk degradasi moral maupun dalam cara hidup yang semakin
terbaratkan, bentuk teknis konsolidasinya bisa beragam namaun motif
spiritnya selalu sama, kecurigaan terhadap modernisme seolah menjadi
common enemy bagi tradisionalisme sehingga memudahkan mereka untuk
mengkonsolidasikan diri sampai melewati batas kultural dan negara,
karena tradisionalisme sangat memegang teguh prinsip patron client
kepada ulama khususnya ulama klasik termasuk ulama tasawwuf maka
nama-nama semisal al Ghazali, Jalaluddin Rumi, Hasan al Asyari, Hasim
Asyari dapat dikategorikan sebagai tokoh islam tradisional.
Penulis: Zaenal Abidin Riam
bagus kanda,,,,
BalasHapustrims apresiasinya....
BalasHapus