Entitas mahasiswa
merupakan kumpulan individu dengan latar belakang etnis beragam, keragaman
etnis pada dasarnya merupakan hal lumrah, keragaman tersebut tidak hanya
terjadi dalam dunia mahasiswa, dalam sebuah entitas yang lebih besar maka aspek
heteroginitas juga semakin mencolok, keragaman etnis dalam dunia mahasiswa
sebenarnya merupakan potensi utama untuk melakukan interaksi lintas budaya
sehingga melahirkan pemahaman kebudayaan yang lebih luas, sebuah gambaran idel,
akan tetapi gambaran ideal tersebut seringkali tidak relevan dengan bahasa
realitas, pada tataran idealitas kita berharap keragaman etnis mampu dijadikan
modal dalam membangun pemahaman kebudayaan yang lebih komprehensif namun ruang
realitas justru menampilkan deskripsi
yang berbanding terbalik, perbedaan etnis secara tak sadar sering
dieksploitasi ke arah pertikaian yang paling merugikan, terdapat beberapa faktor laten yang menjadi penyebab sehingga
pertikaian etnis belum pernah benar – benar reda di lingkungan mahasiswa.
Salah kaprah
dalam memahami makna kehormatan diri, dalam setiap suku terdapat doktrin
tentang kewajiban menjaga harkat dan martabat diri, penodaan harga diri
dianggap sebagai perlakuan yang tidak bisa ditolerir sehingga pembalasan mesti
dilakukan agar kehormatan diri tidak tercoreng, doktrin tersebut masih dianut
secara kental oleh sebagian besar mahasiswa yang bergelut di perguruan tinggi, mereka
seakan lupa bahwa setiap etnis juga memiliki doktrin penghargaan terhadap orang
lain walaupun orang tersebut berbeda etnis dengannya, pada dasarnya doktrin
penghargaan terhadap kelompok lain merupakan tameng agar doktrin kehormatan
diri tidak dimaknai secara salah kaprah, dalam melakukan interaksi lintas
etnis/suku maka seharusnya doktrin penghargaan terhadap orang lain lebih
didahulukan dari penonjolan penghargaan diri, pada titik ini pula kita
seharusnya mampu memahami bahwa penghormatan akan muncul tatkala kita memiliki
kesanggupan untuk menghargai dan menghormati orang lain, kalaupun diri merasa
tercoreng tanpa alasan yang bisa diterima maka bentuk teknis pembalasan (jika
terpaksa harus melakukannya) mestinya ditransformasikan ke dalam bentuk
tindakan hukum yang sesuai dengan standar kebangsaan kita, bukan lagi dengan
tindakan main hakim sendiri sebab kita tidak lagi hidup dalam masa kesukuan.
Pembedaan secara tegas antara masalah pribadi yang tidak memiliki kaitan etnis dengan masalah etnis, dalam realitasnya berbagai konflik etnis sangat sering berawal dari masalah individu, masalah tersebut sebenarnya murni urusan individu dan tidak ada kaitannya dengan urusan etnis, masalahnya karena urusan individu juga sering dianggap seolah – olah sebagai masalah etnis, bisa dibayangkan jika setiap problem individu juga dianggap sebagai masalah etnis maka konflik antara etnis dalam lingkungan mahasiswa akan terus berlanjut, sebuah tindakan yang sanga tidak bijaksana, semestinya setiap individu yang terlibat masalah dengan individu lain memiliki kesadaran untuk menyelesaikan masalahnya tanpa perlu membawa nama suku, poinnya adalah kesadaran dan kemauan untuk membangun sebentuk relasi yang lebih manusiawi antara semua manusia yang ada.
Peran organisasi kedaerahan masih jauh dari maksimal, di lingkungan kampus, hampir semua etnis memiliki organisasi kedaerahan, pada hakikatnya kehadiran organisasi kedaerahan adalah untuk memberikan pemahaman intelektual terhadap seluruh anak daerah, harapannya pemahaman intelektual tersebut mampu merubah pola pikir dan tingkah laku mereka agar berpikir dan bertindak secara lebih cerdas dan santun, akan tetapi masalahnya karena sebagian besar organisasi kedaerahan belum menjalankan fungsi tersebut secara maksimal, lebih ironis karena organisasi kedaerahan lebih sering mengurusi kerja pragmatis materil dibandingkan memberikan bekal pencerahan terhadap individu dari daerahnya masing – masing, di sisi lain organisas kedaerahan semestinya mampu menjadikan diri sebagai wadah kharismatik yang setiap kebijakannya mampu didengar dan dipatuhi oleh setiap individu dari daerah/etnis bersangkutan, jika kondisi ini terjadi maka benturan antara etnis bisa diselesaikan cukup dengan mempertemukan organisasi kedaerahan dari etnis yang bertikai sekaligus menutup ruang bagi konflik selanjutnya.
Benturan etnis yang seringkali berujung konflik merupakan batu sandungan tersendiri dalam menjaga keutuhan dunia mahasiswa, gejala ini di sisi lain akan menghambat ibadah sosial yang semestinya intens dikerjakan olehnya sebagai aktor perubahan, organisasi gerakan kemahasiswaan semestinya juga menaruh perhatian besar terhadap masalah laten ini, tanggung jawab tentang masalah ini harus dipikul bersama tanpa membebankan kepada pihak tertentu saja, kita perlu pula memastikan bahwa tidak ada oknum tertentu yang sengaja memelihara konflik etnis demi keuntungan pribadinya.
Penulis: Zaenal Abidin Riam
Posting Komentar