Agama
sebagai ajaran mengandung seperangkat aturan baku, oleh penganutnya aturan
tersebut diyakini mampu mengantar manusia memasuki gerbang keselamatan sehingga
manusia kemudian mendaulat ajaran agama sebagai pedoman yang mesti diikuti, dalam
kaitannya dengan masyarakat maka agama dalam level tertentu merupakan sesuatu
yang bersifat unik, ia memiliki ciri khas tersendiri yang seolah tak lekang
oleh zaman, ada masa ketika agama dipiggirkan dari ranah publik bahkan ia ingin
dimatikan, sejarah awal pencerahan dunia modern menampilkan fenomena ini, akan
tetapi agama juga sering disanjung sebagai dewa penyelamat dalam kurun masa
tertentu, kecenderungan ke dua menjadikan ekspresi keagamaan tumbuh subur, ada
pertanyaan menarik terkait tumbuh suburnya ekspresi keagamaan, apakah ekspresi
keagamaan merupakan substansi agama itu sendiri? apakah ekspresi keagamaan yang
belakangan ini berseliweran di sekitar kita merupakan indikasi bahwa agama
dalam makna substansi telah dijalankan?
Dalam
titik tertentu ekspresi keagamaan yang belakangan ini menjamur perlu
diapresiasi, minimal hal itu bisa dipandang sebagai peningkatan kepercayaan
dalam menampilkan simbol agama di ruang publik, contoh kecil, jilbab pada dekade
70-an dan 80-an merupakan tampilan (ekspresi) yang sangat tabu di ruang publik
namun kini jilbab bukan hanya tidak tabu bahkan ia telah menjadi budaya lumrah
dalam kehidupan masyarakat, hal serupa juga terjadi pada simbol keagamaan
lainnya. secara ideal menjamurnya simbol keagamaan di ruang publik seharusnya
berbarengan dengan menguatnya karakter keagamaan dalam diri setiap penganut
agama, untuk mengidentifikasi hal itu maka kita tinggal melihat perbuatan
menyimpang yang dilakukan oleh penganut agama, faktanya dari waktu ke waktu
perbuatan menyimpang dalam bentuk kriminalitas atau dalam bentuk lain justru
mengalami peningkatan dan pelakunya adalah orang yang menganut agama (minimal
mereka mengaku menganut agama tertentu), lebih menyedihkan lagi karena individu
tertentu yang massif mengekspresikan simbol agama di ruang publik justru
terkadang terlibat kasus hukum akibat perbuatan negatif yang dilakukannya.
Penulis
bukan pada posisi ingin menyalahkan agama yang dimunculkan dalam bentuk
simbolik atau menghakimi agama akibat prilaku menyimpang yang dilakukan oleh
oknum penganut agama yang secara benderang intens menampakkan simbol keagamaan
di ruang publik, yang ingin saya tekankan bahwa ada sesuatu hal lebih penting
dari sekadar menampakkan agama dalam bentuk simbolik (spiritualisme simbolik),
yakni bagaimana menerjemahkan nilai ajaran agama ke dalam prilaku keseharian,
bagaimana agar iman tidak hanya hadir dalam ritual ibadah yang kita lakukan
setiap hari akan tetapi ia mesti bisa hadir dalam setiap lakon penganutnya.
Yang
lebih tidak bijak dari semua itu adalah tatkala muncul kecenderungan untuk
menganggap bahwa model spiritualisme simbolik merupakan substansi ajaran agama
itu sendiri, pandangan ini terkesan latah karena hanya menekankan dimensi luar
dari agama, pada posisi ini agama tidak akan fungsional dalam mencegah
kekacauan hidup padahal kehadiran agama merupakan sebagai sebuah usaha counter terhadap kekacauan, usaha
pemaknaan terhadap agama dalam nuansa simbolik an sich akan menyebabkan
agama seolah terpisah dengan kehidupan riil penganutnya berikut masalah yang
menjadi hiasan keseharian penganut agama.
Penulis: Zaenal Abidin Riam
Posting Komentar