BREAKING

Jumat, 12 April 2013

Penghinaan Terhadap Nabi Dalam Kerangka Hidup Keseharian



Belakangan ini umat Islam sering dihebohkan  dengan film dengan berbagai kasus yang dianggap melecehkan agama, kehadiran kasus ini memicu reaksi keras dari umat Islam di seluruh dunia, penyebabbya sudah jamak diketahui yakni kasus tersebut dianggap bernada penghinaan terhadap Nabi Muhammad, protes tersebut diekspresikan dalam berbagai bentuk, mulai dari yang paling moderat sampai yang paling ekstrim, dari sekedar mengeluarkan pernyataan sikap hingga protes berdarah yang merenggut korban  jiwa.
            
Dalam ruang kehidupan manusia, agama merupakan arena yang paling sensitif terhadap segala hal, ia adalah ruang paling privat bagi manusia yang mengakui keberadaan agama, agama selalu ditempatkan lebih tinggi dari ranah kehidupan yang lain, ia dianggp bersifat sakral dan suci karena bercorak transendental, keyakinan bahwa agama bersifat sakral menjadikan pengikutnya rela melakukan apa saja demi agama yang diyakininya, ketika dikaitkan dengan Islam, maka persepsi tersebut akan semakin menguat, mengingat beberapa dalil dalam Islam menghendaki pembelaan utuh terhadap sistem keyakinan ini saat ia mendapat rongrongan. Pada posisi ini kita mampu memahami reaksi umat Islam yang sangat keras tatkala nabinya merasa dihina, emosi kemarahan tersebut semakin meluap karena penghinaan terhadap nabi tersaji secara visualistik, masalahnya menjadi semakin kompleks karena nabi dalam ajaran Islam memiliki posisi yang sangat krusial, sehingga ketika terdapat tindakan bahkan hanya ucapan yang dianggap menghina nabi, maka secara spontan seluruh umat Islam merasa terhina.
            
Problem penghinaan terhadap nabi membutuhkan kecerdasan analisa untuk memahaminya secara lebih utuh, banyak benang kusut yang mesti diurai dari rangkaian masalah tersebut, agar semua gejala empirik dari penghinaan dapat dikenali dengan baik, sehingga kita tidak hanya memusatkan perhatian pada gejala empirik tertentu dan mengabaikan yang lain, tanpa bermaksud mendangkalkan pembahasan, langkah pertama yang mesti dituntaskan adalah pahaman tentang kata “penghinaan” terlepas dari kata apapun yang dipertautkan dengannya.

Dalam definisi normatif yang berlaku di tengah masyarakat awam, “penghinaan” selalu diasosiasikan dengan sebuah tindakan ketidaksopanan, kata penghinaan disematkan kepada orang tertentu karena ia dianggap melanggar standar norma kebaikan yang berlaku, khususnya norma keharusan untuk saling menghargai, “penghinaan” selalu diperhadapkan dengan “penghargaan”, indikator paling sederhana dari “penghinaan” adalah sikap merendahkan seseorang secara sengaja, baik dengan lisan atau tindakan, jadi seseorang dianggap menghina ketika ia merendahkan orang lain, standar ini berlaku secara umum pada setiap manusia terlepas dari apapun ststus sosialnya.

Seseorang akan merasa terhina bukan hanya pada saat instrumen penghinaan mengenai dirinya secara langsung, namun dalam suasana tidak langsungpun ia akan tetap merasa terhina. di Sisi lain rasa terhina juga sering dipicu oleh rasa kebersamaan sebagai keluarga, komunitas, kelompok dll. Pada posisi ini seseorang yang merasa bagian integaral dari kelompok tersebut akan mudah turut merasa terhina, walaupun penghinaan itu hanya diarahkan kepada orang tertentu dalam kelompok tersebut, lebih jauh lagi orang terkadang tidak bisa membedakan apakah penghinaan tersebut murni urusan pribadi atau urusan kelompok, buntutnya kondisi akan menjadi semakin kompleks.
            
Penjelasan singkat tentang terma “penghinaan” sengaja penulis hadirkan sebagai bahan introspeksi diri bahwa penghinaan bisa terjadi dalam ruang manapun, tindakan penghinaan bisa terjadi sangat dekat dari diri kita namun terkadang tidak disadari, sebaliknya manusia terkadang sibuk menghabiskan energi untuk menyorot tindakan penghinaan yang berada jauh di luar dirinya. Jika dikaitkan dengan “penghinaan terhadap Nabi” maka paling tidak penjelasan ringkas tentang penghinaan mampu dijadikan sebagai sebuah pisau analisa dalam memahami makna penghinaan yang sesungguhnya, boleh jadi banyak umat islam yang sering melakukan tindakan penghinaan terhadap nabinya sendiri namun justru tindakan tersebur tidak disadari, atau bahkan tidak dianggap sebagai bagian dari penghinaan terhadap manusia suci tersebut.
            
Penulis ingin memberikan deskripsi sederhana bahwa instrumen penghinaan terkadang bahkan sering dikenakan kepada nabi namun kita tidak menyadarinya, penjelasannya sebagai berikut: Nabiullah Muhammad SAW merupakan nabi dan rasul terakhir yang diutus ke muka bumi untuk menyeru manusia ke jalan kebenaran, seruan tentang kebenaran terkandung dalam ajaran yang diwahyukan Allah kepada beliau, sudah bisa dipastikan bahwa seruan kebenaran yang dibawa Rasulullah bersifap mutlak untuk diikuti oleh para umatnya, muncul sebuah pertanyaan sederhana, apakah semua perintah beliau benar–benar ditaati oleh manusia yang mengaku umatnya? Jawabannya dapat kita jumpai dalam realitas keseharian, bahwa banyak diantara umatnya yang tidak mengikuti seruan ke arah kebenaran tersebut,, bahkan sebagian diantara mereka justru terkadang menolak poin–poin tertentu dalam seruan kebenaran tersebut, pada posisi ini kita bisa mengajukan pertanyaan kritis, Apakah pegabaian dan penolakan secara sengaja terhadap poin tertentu dari seruan kebenaran yang disampaikan Rasulullah Muhammad SAW tidak bisa dikategorikan sebagai sebuah penghinaan tak sadar kepada sang manusi suci tersebut?.
            
Demi menjawab pertanyaan pada paragrap sebelumnya, maka izinkan penulis untuk memberikan deskripsi lain sebagai pembanding.Orang tua merupakan manusia yang memiliki posisi istimewa bagi setiap manusia, bani adam selalu meyakini bahwa orang tua merupakan manusia yang paling berjasa dalam hidupnya, tanpa mengabaikan realitas tertentu yang bisa bertindak sebagai pengecualian, mereka (orang tua) telah menanamkan nilai kebaikan dasar yang sangat mempengaruhi pola pikir dan tindakan anak di masa yang akan datang, jasa orang tua terhadap anak terkadang tidak bisa sepenuhnya dilukiskan dengan kata–kata, sebab jasanya yang sangat banyak sehingga setiap manusia diharuskan untuk menghormati orang tua, sepanjang pesan orang tua masih berada dalam koridor kebenaran yang bisa diterima akal sehat, “mengabaikan” perintah orang tua dianggap sebagai tindakan tidak etis karena dianggap menghina posisi mulia orang tua, jika dikaitkan dengan problem penghinaan terhadap nabi, maka terdapat benang kusut yang bisa diurai, yakni kalau pengabaian atau bahkan penolakan terhadap perintah orang tua sering dimaknai sebagai tindakan penghinaan terhadap posisi mulia orang tua, maka pengabaian atau penolakan poin tertentu terhadap seruan kebenaran yang disampaikan Rasulullah SAW sudah barang tentu terkategori kedalam tindakan penghinaan terhadap Nabi.
            
Masalah yang semestinya menjadi perhatian serius umat Islam, karena tindakan pengabaian dan penolakan terhadap bagian tertentu dari ajaran Rasulullah, hampir mewarnai setiap detik ruang kehidupan penganut Islam, pengabaian tersebut terjadi dalam beragam bentuk serta dilakaukan secara  sadar dan sengaja, tentu kita tidak patut mempersalahkan mereka yang dianggap melanggar ajaran Islam karena ketidakpahamannya, sebab dalam Islam sendiri orang yang melanggar karena ketidakpahamannya tidak dapat dikenai hukum, masalah menjadi semakin kompleks karena berbagai tindakan pengabaian dan penolakan secara tidak langsung terhadap ajaran Rasulullah justru dianggap sebagai tindakan yang lumrah, sehingga tidak perlu dipersoalkan, dengan istilah lain ia tidak dianggap sebagai sebuah tindakan penghinaan terhadap ajaran sang manusia suci, padahal boleh jadi pengabaian tersebut mengarah kepada aspek ajaran keagamaan yang paling fundamental.

Kita mesti melakukan introspeksi bahwa penghinaan terhadap nabi bukan hanya dimaknai pada saat “innocence of muslims" (atau yang semacamnya) mencuat ke permukaan, namun lebih dari itu kita mesti menyadari bahwa tindakan yang terindikasi menghina nabi sangat sering kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari, namun ironis karena hal itu justru dianggap sebagai hal yang biasa saja, padahal boleh jadi tindakan pengabaian terhadap perintah Rasulullah justru berpotensi menghantam pondasi keyakinan, baik secara cepat atau perlahan, tentu kita mesti tetap menyatakan penolakan terhadap film “innocence of muslims” tetapi di sisi lain kita mesti memahami makna penghinaan secara holistik khususnya yang paling sering terjadi dalam ruang keseharian.

Penulis: Zaenal Abidin Riam

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT