BREAKING

PEMIKIRAN

SASTRA

Latest Posts

Selasa, 26 Februari 2019

212, Reuni Kemanusiaan



Ahad 2 Desember menjadi hari bersejarah, jutaan manusia berkumpul di Monumen Nasional, simbol kedigdayaan ibukota negara. Jauh sebelum acara ini digelar berbagai upaya penghambatan dilakukan, baik dengan memainkan opini di media seolah aksi ini berbahaya, maupun dengan menyuruh kelompok tertentu bersuara seolah mereka siap pasang badan menghalangi massa Reuni 212. Tetapi kehendak langit berkata lain, semua upaya itu gagal total.

Berkumpulnya jutaan manusia di Monas, bahkan meluap hingga berbagai jalan di sekitar Monas adalah bukti nyata bahwa nurani umat tidak bisa dibungkam. Apakah Reuni 212 hanya milik umat Islam, ternyata tidak, faktanya tidak sedikit non muslim yang melibatkan diri dalam reuni kali ini, bahkan beberapa etnis Tionghoa juga hadir. Sebab sifatnya yang lintas batas, Sehingga tidak berlebihan bila Reuni 212 disebut "reuni kemanusiaan".

Banyak pihak tersentak dengan membludaknya peserta reuni, jumlahnya tiga kali lipat dari reuni pertama, saya yang tiba di lokasi sekita jam 3 malam (dalam rangka meliput aksi ini) sudah harus berdesakan untuk bisa masuk ke pintu Monas, bagaimana yang datang pukul 06.00 pagi ke atas, perjuangan mereka pasti lebih berat untuk menembus pintu masuk Monas.

Apa yang menyebabkan jutaan manusia bisa berkumpul secara spontan di Monas, apa karena janji materi atau kekuasaan, nyatanya mereka datang pakai duit pribadi, lalu apa? Perubahan, perubahan??? ya perubahan, sepak terjang rezim yang seenak hati memperlakukan umat dan para pengkritiknya menyebabkan dengan mudahnya jutaan manusia berkumpul membelakangi istana sekaligus tidak berharap kedatangan pemilik istana.

Penulis: Zaenal Abidin Riam, Koordinator Presidium Demokrasiana Institute

Akalku Bertanya



Ada suara
Dipaksa diam
Hanya karena dianggap mengancam singgasana
Itulah tirani
Ada suara
Dipaksa nyaring
Hanya karena menyanjung sang tuan
Itulah pemberhalaan
Batas tirani dan pemberhalaan sangat tipis
Persis selebar helai rambut panjang yang terurai di bahumu
Bedanya
Satu digerakkan nurani
Dan satunya lagi
Dipoles makhluk cantik di depan layar kaca

ZaEnal Abidin RiAm, Desember 2018

Demokrasi Keindonesiaan, Mungkinkah Terwujud?




Istilah demokrasi Keindonesiaan boleh jadi masih asing bagi sebagian orang, tapi tentu kita tidak pernah asing dengan kata demokrasi, sebuah proses politik dan pemerintahan yang paling banyak dianut di dunia saat ini, walaupun tak jarang yang hanya mempraktikkannya secara prosedural, Indonesia salah satu contohnya.

Ide demokrasi keindonesiaan bermula dari refleksi tentang demokrasi di Indonesia yang semakin kebablasan, bukan hanya terjebak dalam proseduralisme, demokrasi juga terjangkit virus liberalisme pasar, terbukti betapa banyak kebijakan yang diproses dalam ruang demokrasi yang sangat berpihak kepada kepentingan pasar, dan pada saat yang sama mengabaikan kepentingan rakyat, padahal tujuan utama demokrasi adalah kesejahteraan untuk rakyat. Di lain sisi, demokrasi menjadi alat kekuasaan, sangat benderang di hadapan mata kita, betapa sering demokrasi dijadikan instrumen untuk mendukung kekuasaan, suara kritis diproses melalui hukum yang disalahgunakan oleh kekuasaan, ini saya sebut sebagai pembajakan demokrasi, demokrasi dibajak oleh pasar dan kekuasaan.

Lalu bagaimana dengan gagasan demokrasi keindonesiaan? Demokrasi keindonesiaan merupakan sebuah konsep yang meyakini bahwa akar demokrasi yang berlaku di Indonesia harus berasal dari alam keindonesiaan kita, caranya adalah kita perlu menggali nilai kearifan lokal yang sudah dipraktikkan dan menjadi pola pikir masyarakat Nusantara sejak dahulu kala, nilai tersebut sangat beragam, ada nilai gotong royong, musyawarah, penghargaan terhadap sesama, pemahaman terhadap keadilan dll. Nilai-nilai tersebut harus ditransformasi secara serius ke dalam sistem demokrasi modern yang berlaku di Indonesia.

Apakah memungkinkan? Tentu sangat mungkin dan bisa, pertama, nilai tersebut masih lestari hingga kini, sehingga tidak perlu repot membuat nilai baru, kedua, nilai tersebut sangat sesuai dengan substansi demokrasi yang mengusung misi besar kejahteraan dan keadilan bagi semua, ketiga, orang-orang yang menjadi aktor demokrasi saat ini, mayoritas dibesarkan dalam nilai tersebut sehingga mereka tentu paham cara mengimplementasikannya.

Diakui atau tidak, faktanya penerapan demokrasi pasca reformasi mendatangkan kebebasan yang kebablasan, alih-alih mendatangkan pemerataan konsentrasi kekayaan justru semakin menumpuk pada segelintir orang, penguasaan tanah semakin menumpuk pada sekelompok taipan konglomerat, penguasaan mineral pertambangan juga bernasib sama, yang terbaru kebijakan pemerintah memberikan ruang bagi swasta dan asing untuk menguasai UKM (sektor mikro ekonomi) adalah bukti nyata bahwa demokrasi di bidang ekonomi semakin menghamba pada kapitalisme liberal.

Sangat urgen untuk menerapkan demokrasi keindonesiaan, ini terkait dengan penyelamatan hajat hidup orang banyak, yang dibutuhkan hanya kemauan serius, tentu kita tidak ingin demokrasi selamnya menjadi budak rezim kapitalisme liberal.

Penulis: Zaenal Abidin Riam, Koordinator Presidium Demokrasiana Institute



GERAKAN

KOMUNITAS

Serba-serbi

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT