BREAKING

Selasa, 02 Juni 2015

Memeluk Perbedaan


Kehidupan menghadirkan begitu banyak kekayaan, kekayaan tersebut tidak hanya terbentang pada aspek materi, aspek rasa dan karsa juga menghadirkan ragam kekayaaan, pada dasarnya kekayaan menghiasi seluruh aspek kehidupan kita, dari sosial, budaya, politik, agama dll, secara fitrawi kekayaan alamiah pada ragam aspek kehidupan, akan melahirkan keberagaman, keberagaman merupakan modal kekayaan yang paling eksotis, keberagaman adalah fitrah, bukan sesuatu hal yang kemunculannya dipaksakan, ia lahir secara alamiah, berinteraksi dengan keberagaman merupakan sebuah keharusan, menolak keberagaman berarti menolak kehidupan itu sendiri, segala usaha untuk menghilangkan keberagaman, pasti akan berakhir sia – sia, melahirkan kekecewaan, bahkan berujung pada prilaku destruktif, prilaku seperti ini yang berpotensi melahirkan chaos bagi kehidupan.
            
Sebab perbedaan merupakan fitrah, maka manusia juga harus melahirkan prilaku yang bersahabat dengan fitrah tersebut, salah satunya sikap toleransi, membentuk sikap toleransi seharusnya dimulai dengan penanaman cara berpikir, yakni cara berpikir terbuka, terbuka pada perbedaan, sebab sikap seseorang tidak mungkin dilepaskan dari pola pikirnya, pola pikirlah yang membentuk sikap, penanaman pola pikir terbuka pada perbedaan seharusnya dimulai sejak dini, sejak
anak mulai memasuki lingkungan bermain dalam usia sebayanya, hal tersebut dapat dimulai dari hal paling sederhana, mentradisikan pola pikir terbuka pada usia dini sangat mendesak, hal ini mengingat pengalaman di usia dini akan sangat membekas dan mempengaruhi sikap hidup seseorang ke depan, ambil contoh, bila sejak kecil seseorang dibiasakan dengan pola hidup kekerasan, maka pola pikir dan prilaku kekerasan akan terbawa hingga dewasa, bahkan sampai tua.

Pada dimensi formal, idealnya pendidikan memberikan kontribusi riil bagi pembentukan sikap penghargaan terhadap perbedaan, hal tersebut memang juga diupayakan oleh pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan, salah satunya dengan menghadirkan mata pelajaran tertentu yang mendorong ke arah sikap tersebut, namun sudah menjadi rahasia umum, penguasaan terhadap mata pelajaran seringkali hanya diarahkan guna mendapatkan nilai memuaskan, siswa memang menguasai mata pelajaran tersebut, bahkan menghafal beberapa teorinya secara fasih, namun hal tersebut tidak berimplikasi sejajar dengan sikap mereka, terjadi misorientasi tujuan di dalamnya, sehingga menjadikan pendidikan formal sebagai harapan utama bagai penanaman sikap pengharagaan terhadap perbedaan bukan pilihan bijak, keluarga dan lingkungan harus tetap memainkan peran penting pada sisi lain.
            
Zaman kita seharusnya ditandai dengan perayaan terhadap perbedaan, dengan bertambahnya usia dunia maka perbedaan akan semakin berkecambah, ini adalah fenomena yang tak bisa ditolak, yang dibutuhkan adalah sejauh mana kedewasaan sikap manusia dalam menyikapinya, perbedaan yang diurus dengan baik akan menjadi kekuatan besar bagi sebuah komunitas, sebaliknya bila tidak, maka ia akan menjadi boomerang bagi komunitas tersebut, setiap perbedaan tentu tetap harus bisa dipertanggungjawabkan, menghindarkan diri dari perbedaan dan memaksakan persamaan merupakan sikap pengecut, pengecut pada kenyataan, dan pada kehidupan.

Penulis: Zaenal Abidin Riam

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT