BREAKING

Selasa, 09 Juni 2015

Rezim Media

Abad 21 dikenal sebagai abad informasi, akses terhadap informasi dianggap sebagai keharusan tak tertolak, jika tidak maka, anda tidak bisa menyesuaikan diri di zaman ini, seiring dengan itu, penguasaan terhadap media diyakini sebagai sebuah keharusan, siapa yang memegang media maka dia yang akan berkuasa, pandangan seperti ini tidak perlu membuat kita terkejut, sebab informasi dan media merupakan dua bagian yang selalu berusaha menyatu, informasi merupakan anak kandung media, media adalah rahim pemroses sebelum informasi dilempar ke publik.

Laju modernisasi yang semakin cepat  menyebabkan tampilan media semakin canggih dari dekade ke dekade, kecanggihan media berefek pada kemampuan ekspansinya yang semakin massif, media mampu menembus ruang paling privat dari kehidupan manusia, informasi pada dasarnya tidak lagi selalu bersifat netral dan sebagaiman adanya, informasi lebih merupakan konstruksi (bentukan) media, bentuk informasi sangat ditentukan oleh sudut pandang media dalam mempersepsi sebuah kejadian sebelum dikemas dalam bentuk informasi, pada posisi ini media bermetamorfosis menjadi sebuah rezim abad informasi, rezim media. 

Jika kita lebih kritis menilai maka, kita akan berjumpa dengan kenyataan bahwa pada dasarnya media tidak pernah mampu menampilkan kenyataan sebagaimana yang sesungguhnya terjadi, yang ditampilkan hanya fakta buatan, bukan fakta sebegaimana fakta itu sendiri, untuk lebih mempermudah pemahaman maka  contoh berikut akan membantu, bila terjadi demonstrasi maka, yang paling sering ditampilkan hanya ban yang dibakar, sementara poin pernyataan sikap demonstran menjadi terlupakan, padahal poin pernyataan sikap tersebut yang merupakan alasan utama mereka turun ke jalan, yang diwawancarai pun hanya satu atau dua orang pengendara yang lewat yang kebetulan hanya melihat sisi negatif dari aksi tersebut, lalu apakah semua pengendara hanya melihat sisi negatif dari aksi yang sedang berlangsung itu, tentu tidak, ada juga yang memberikan apresiasi positif, tapi kenapa suara mereka tidak diangkat oleh media? Atau dalam lanskap yang lebih luas, kita ambil contoh invasi AS ke Iraq, media AS memberikan pembenaran mutlak atas invasi tersebut namun media Iraq dan beberapa media besar yang berada du luar ke dua Negara tersebut justru mencela habis – habisan invasi AS, mengapa bisa berbeda? Padahal objek pemberitaan yang disoroti sama.

Jika kita memasuki tataran wacana media maka, konten pemberitaan sebuah media sangat dipengaruhi oleh ideologi yang diusung media dan pemilik media bersangkutan, amati saja, jika media tersebut berhaluan kapitalisme maka pemberitaannya pasti cenderung melakukan pembenaran terhadap agenda – agenda kapitalisme, tentu hal tersebut dikemas sangat halus, atau media yang berhaluan pada paham agama tertentu, pasti pula pemberitaannya lebih banyak melakukan klaim pembenaran terhadap paham agama tersebut, begitupun dengan ideologi yang lain. Dari sisi pemilik media, pemberitaan dalam sebuah media pasti tidak berani mengekspos secara terbuka pelanggaran yang dilakukan oleh pemilik media, bahkan berusaha menutupinya, sangat sering pula media menjadi penyambung lidah kepentingan dari pemiliknya, coba saja anda bandingkan antara Metro TV yang dimiliki Surya paloh dan naungan MNC Group yang dimiliki Harry tanoesoedibjo.

Dalam situasi seperti ini, sebenarnya kita membutuhkan media independen yang berani keluar dari arus pemberitaan media mainstream, hal tersebut telah coba dilakukan oleh beberapa kelompok, namun sayangnya media independen juga sering terjebak pada konflik kepentingan, apakah kepentingan politik dalam sebuah Negara, atau konflik kepentingan dalam area yang sangat kecil, dalam situasi ini, independensi sering tergadai, secara sadar atau tak sadar media bersangkutan berpihak kepada salah satu kelompok kepentingan, akibatnya ia pun terklaim sebagai pembawa suara kelompok kepentingan tertentu, boleh jadi kelompok kepentingan tersebut belum tentu benar adanya, bahkan berpotensi terbukti keliru di kemudian hari, seharusnya awak media independen membatasi diri pada semua kelompok kepentingan, tidak terlalu jauh bergumul intim dengan kelompok tersebut, hal ini penting demi menjamin netralitas, sebab sekali kehilangan kepercayaan sebagai media independen maka terlalu sulit membangkitkan kembali kepercayaan itu, atau bahkan mustahil.

Penulis: Zaenal Abidin Riam

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT