BREAKING

Selasa, 20 Juni 2017

Media Mainstream dan Media Sosial Dalam Pertarungan Dominasi Opini Publik

Dunia masa kini ditandai dengan munculnya dinamika baru dalam realitas media, dinamika yang mempertegas bahwa media arus utama, tidak lagi sepenuhnya bertindak sebagi pembentuk dan pengontrol opini, dinamika tersebut nampak jelas dengan tumbuhnya media sosial, khusus di Indonesia, media sosial menjadi tren yang sangat diminati masyarakat, penggunanya tidak hanya terbatas pada kaum terpelajar, masyarakat awam juga beramai–ramai menggunakannya, jika dulu rujukan informasi terbatas pada beberapa media mainstream, maka sekarang hal tersebut tak berlaku lagi, media sosial menjadi pilihan alternatif dalam merujuk informasi, selain mudak diakses, biayanyapun sangat murah meriah, tinggal beli paket internet atau sisihkan uang sekian ribu di warnet.

Untuk konteks Indonesia, ada beberapa kasus nyata diaman aksi masyarakat dibentuk lewat opini di media sosial, aksi solidaritas pengumpulan koin untuk Prita Mulyasari adalah salah satu contoh nyatanya, kemampuan media sosial, dalam bertindak sebagai pembanding opini terhadap media mainstream, memang sangat masuk akal, sebelumnya masyarakat menjadikan media mainstream sebagai rujukan utama informasi, karena saat itu mereka tidak punya alternatif lain, namun dengan munculnya media sosial, alternatif rujukan informasi menjadi sangat beragam, di samping itu, media sosial juga tidak mengenal prinsip rating guna memburu keuntungan, ini yang menyebabkan semua jenis berita bisa muncul di media sosial, di sana tak ada otoritas yang berhak menyeleksi berita, lain halnya dengan media mainstream, aspek untung rugi dalam pemberitaan selalu ada, khususnya kepentingan dalam mengejar rating.

Jika diamati secara seksama, media arus utama menyadari gejala baru ini, hal itu bisa kita lihat dengan pembuatan akun resmi medsos bagi setiap media mainstream, lebih jauh lagi, sekarang beberapa stasiun TV, menyediakan program berita atau talk show, yang isinya dirujuk dari opini yang berkembang di media sosial, pada posisi ini sangat jelas terlihat tarik ulur pembentukan opini antara media mainstream dan medsos, pada sisi lain, tindakan ini bisa juga dibaca sebagai upaya media mainstream, guna mempertahankan hegemoninya sebagai penguasa opini, melalui akun resmi tersebut, media mainstream mampu mempublikasikan beritanya dalam format situs online, lalu berita tersebut akan menjadi konsumsi para netizen di media sosial, dalam batas tertentu kalkulasi tersebut ada benarnya, namun yang perlu diingat, tak semua berita tersebut mampu menjadi perbincangan utama di medsos, sebagian bahkan tidak mendapat ruang, bahkan banyak juga perbincangan hangat para warga medsos, yang tidak berasal dari informasi media mainstream yang dibagi ke medsos, topik tersebut lebih merupakan kreasi para warga media sosial.

Adanya kesempatan sama bagi semua orang, untuk menjadi pemberi informasi di media sosial, bukan berarti tak menyisakan kekurangan, karena tak ada otoritas yang memverifikasi, sehingga peluang munculnya informasi bohong juga terbuka, namun ini bukan alasan untuk mencibir media sosial, media jenis apapun pasti punya kelebihan dan kekurangan, yang dibutuhkan dalam hal ini adalah kecermatan, warga medsos harus cermat memutuskan, informasi mana yang bisa diterima, serta informasi mana yang perlu ditolak, informasi yang beredar di dunia maya tidak bisa dipercaya begitu saja, kita juga perlu menelusurinya terlebih dahulu, sikap ini yang belum sepenuhnya dipraktikkan para netizen.

Terlepas dari kekurangan yang ada, secara fakta, media sosial mampu mengikis dominasi total media mainstream, khususnya dalam pembentukan opini massa, walaupun memang tidak dalam setiap kesempatan, pertarungan pengaruh opini antara media mainstream dan media sosial, adalah realitas media yang tak bisa dinafikkan di era ini, munculnya media sosial juga perlu dipandang positif, khususnya bagi keberlangsungan  informasi yang sehat, sebab pada dasarnya, semakin banyak rujukan informasi, semakin kaya pula perspektif saat menganalisa masalah dalam informasi tersebut, bila perspektif semakin kaya, maka kita juga akan lebih selektif dalam memilih informasi, kita hanya perlu melihat, siapa yang aka
n lebih berpengaruh ke depan, apakah media mainstream? atau justru media sosial?


Penulis: Zaenal Abidin Riam
Ketua Komisi Intelektual dan Peradaban PB HMI MPO 2015 - 2017 

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT