BREAKING

Rabu, 24 Januari 2018

Macetnya Demokrasi Kita



Reformasi yang pecah pada 1998 memberikan harapan besar bagi rakyat Indonesia, momen ini disambut sebagai momen kemenangan demokrasi, setelah 32 tahun otoritarianisme berkuasa dengan memanipulasi demokrasi, kehadiran reformasi dianggap sebagai berkah guna mewujudkan demokrasi subtantif, optimisme sangat menguat di masa itu. Seiring dengan berjalannya waktu, optimisme tentang harapan terwujudnya demokrasi hakiki diuji oleh kenyataan, faktanya mewujudkan demokrasi subtantif tak semudah membayangkannya, ternyata optimisme saja tak cukup, juga dibutuhkan manusia yang memiliki integritas yang tinggi terhadap demokrasi, manusia yang tidak tergoda memanfaatkan demokrasi untuk melancarkan petualangan hitam demi kepentingan kelompok dan kroninya, manusia seperti ini yang cukup langka di tengah semakin bertambahnya usia demokrasi Indonesia.
 
Masyarakat Indonesia berharap dengan semakin bertambahnya usia demokrasi maka demokrasi akan semakin mengalami kemajuan, akan tetapi harapan tersebut sepertinya lebih dekat dengan angan belaka. Semakin kesini demokrasi kita bukannya mengalami kemajuan berarti, perjalanan demokrasi kita menjadi sangat lambat, bahkan cenderung stagnan, macet di tengah jalan. Lebih jauh demokrasi terjerumus ke dalam prilaku yang dikutuknya, yakni otoritarianisme, metamorfosis kelahiran otoritarianisme biasanya mengambil dua bentuk. Pertama pembatasan terhadap kebebasan secara perlahan, dalih yang biasa dipakai adalah konteks kebebasan yang berlaku saat itu dianggap berlebihan, sehingga perlu dibatasi oleh aturan yang mengikat, hal ini akan menjadi masalah tatkala tafsir batasan kebebasan ditentukan oleh penguasa, tafsir batasan kebebasan menurut penguasa sangat rawan mengikuti kepentingan kekuasaan. kebebasan yang dibatasi secara perlahan lambat laun akan memberangus kebebasan seluruhnya, disinilah otoritarianisme mengukuhkan diri. Kita percaya bahwa kebebasan memang tidak boleh tanpa batasan, namun ketika penafsir batasan kebebasan adalah penguasa maka hal itu akan menjadi masalah serius.
 
Kedua, otoritarianisme juga biasa lahir dengan melakukan pembatasan kebebasan secara total, cara yang kedua ini terbilang ekstrim, model ini biasanya terwujud saat diktator memimpin sebuah negara, atau saat junta militer melakukan kudeta lalu mempermanenkan kekuasaannya. Model kedua ini sangat gampang dirasakan dan disadari oleh masyarakat, namun mereka akan sangat kesulitan untuk keluar dari belenggu otoritarianisme model ini, bila berkaca kepada fakta sejarah, model otoritarianisme semacam ini biasanya bisa terawat hingga puluhan tahun. Terlepas dari hal itu, baik model otoririanisme yang pertama maupun model otoritarianisme yang kedua sama-sama membunuh demokrasi, mustahil demokrasi berjalan beriringan dengan otoritarianisme.
 
Dalam konteks penguasa di Indonesia hari ini, ada kesan kuat model otoritarianisme jenis pertama sedang dijalankan, indikatornya bisa kita lihat dengan lahirnya ragam regulasi yang perlahan tapi pasti memangkas kebebasan, yang paling vulgar adalah Perppu Ormas. Dalih yang digunakan terbilang klasik, penguasa meminjam dalih demokrasi untuk membunuh demokrasi itu sendiri, penegasan tentang keutuhan pancasila hingga ke tataran praktis sebagai dalih mengeluarkan Perppu Ormas, merupakan contoh nyata peminjaman dalih demokrasi guna membunuh demokrasi itu sendiri. Penguasa terjebak dalam dimensi irasional, celakanya tidak sedikit pengusung kebebasan berpendapat di masa lalu yang turut terjebak dalam dimensi irasional ini, mereka beramai-rami memberikan dukungan penuh kepada pemerintah dalam kasus Perppu Ormas. Dalam kondisi seperti ini, demokrasi kita bukan hanya macet, tapi juga berjalan mundur, dan lebih dekat kepada otoritarianisme.

Penulis: Zaenal Abidin Riam
 

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT