BREAKING

Sabtu, 07 April 2018

Politisasi Hutang Negara?



Belakangan ini ramai terdengar perdebatan hutang Negara Indonesia, banyak pihak berspekulasi bahwa kondisi utang Indonesia sudah masuk dalam kategori gawat, perdebatan yang terus memanas memicu Menteri Keuangan Sri Muyani mengeluarkan pernyataan resmi, dalam pernyataannya, terdapat kesan bahwa masalah utang dikomodifikasi menjadi isu politik oleh pihak tertentu guna menyerang pemerintah. Pandangan ini sesungguhnya lebih bernuansa kecurigaan terhadap kritik yang dialamatkan kepada pemerintah, di sisi lain utang perlu dilihat sebagai permasalahan bersama, sehingga tidak tepat pula bila utang hanya dijadikan alat serangan kepada pemerintah, yang perlu dilakukan adalah mencari solusi bersama terkait masalah hutang.

Jika dirunut ke belakang, sejarah hutang Negara telah berumur sangat tua, bahkan telah terjadi sejak awal kemerdekaan. Dalam konferensi Meja Bundar, Merle Cohran selaku perwakilan Amerika Serikat yang bertindak sebagai moderator dalam KMB, berpihak kepada Belanda, Cohran menekan perwakiln Indonesia agar mau menanggung hutang belanda selama menjajah Indonesia sebesar 1,13 miliar USD, 70 persen hutang tersebut merupakan hutang kolonial Belanda, sementara sisanya merupakan biaya operasi militer Belanda dalam menghadapi perlawanan rakyat Indonesia. Tradisi utang berlanjut di masa Soekarno, di akhir pemerintahannya Soekarno mewariskan utang sebanyak 6,3 miliar USD, 4 miliar dari utang tersebut adalah utang warisan Belanda yang belum lunas, sedangkan 2 miliar tambahan utang selama Soekarno berkuasa. Di masa Soeharto jumlah utang meningkat fantastis menjadi 171,8 miliar USD. Pada masa Habibi jumlahnya berubah menjadi 178, 4 milliar USD. Di masa Gusdur terjadi penurunun, jumlahnya berkurang menjadi 157, 3 milliar USD. Selanjutnya di masa Megawati sebesar 139,7 milliar USD, lalu dua periode kepemimpinanSBY meningkat menjadi 209,7 milliar USD, jumlahnya terus meningkat cepat di masa Jokowi, hingga akhir 2017 utang berjumlah 352 milliar USD.

Penyebab naiknya hutang Negara secara umum bisa dibagi ke dalam dua bagian, pertama dari sisi eksternal dipicu oleh rencana The Fed (Bank Sentral AS) menaikkan suku bunga, sedangkan dari sisi internal disebabkan oleh menurunnya kinerja ekspor, ambisi pemerintah membangun infrastruktur. Akan tetapi penyebab utama terus bertambahnya utang karena pemerintah masih tunduk pada saran IMF untuk menerapkan model pengelolaan ekonomi neoliberal, padahal Negara yang ekonominya lebih kuat dari Indonesia seperti Jepang, China, Singapura menolak saran IMF, mereka lebih memilih penerapan ekonomi yang cenderung nasionalistik, seharusnya Indonesia segera meninggalkan model ekonomi neoliberal dan menggantinya dengan model ekonomi yang lebih nasionalistik. Pemerintah juga melakukan kebohongan dengan selalu berdalih bahwa anggaran ekonomi bangsa diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur, padahal faktanya anggaran tersebut digunakan pertama untuk membayar utang, kedua untuk sektor pendidikan sebesar 20 persen, ketiga barulah untuk pembangunan infrastruktur.

Ada ragam cara yang bisa ditempuh guna melunasi utang Negara, tapi syarat utamanya adalah kemauan pemerintah untuk tidak menjadikan utang sebagai sandaran utama berjalannya pembangunan. Cara lain misalnya meningkatkan daya beli masyarakat melalui pemberian modal usaha, meningkatkan pajak secara progresif terhadap impor dan barang mewah, konsep pembangunan yang berkelanjutan dengan secara bertahap melepaskan diri dari ketergantungan utang, meningkatkan kebanggaan pada produksi dalam negeri demi mendorong menguatnya produk ekspor, mengembangkan SDM berkualitas. Di luar dari cara itu bisa juga ditempuh cara lain yang lebih inovatif, misalnya yang dilakukan Rizal Ramli saat menjabat Menkeu di masa Gusdur. Rizal Ramli berhasil menyepakati debt for nature swap dengan Jerman, kesepakatan ini menyebaban ratusan juta dollar hutang Indonesia dihapus diganti dengan konservasi hutan, Rizal Ramli juga mengkondisikan debt swap dengan Kuwait, hasilnya utang mahal ditukar dengan utang bunga rendah.

Penulis: Zaenal Abidin Riam

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT