Perkaderan merupakan elan vital dalam tubuh HMI, ia adalah
aspek terdalam yang menopang eksistensi lembaga. Dalam kedudukannya
sebagai penyangga eksistensi lembaga, maka sudah sepatutnya jika setiap
dinamika dalam tubuh perkaderan selalu berpotensi mengarahkan bandul
sejarah HMI. Berbagai konsep dan tradisi besar yang pernah ditelorkan
komunitas hijau hitam selalu berlangsung dalam suasana perkaderan yang
kondusif, sejarah HMI tidak pernah bertutur bahwa terdapat gagasan
tertentu yang diproduk dalam susasana perkaderan yang chaos. Dibalik
semua itu, sesungguhnya dalam jagad perkaderan terdapat kelompok elit
yang paling bertanggung jawab mendinamisasi ruang perkaderan, sekelompok
orang ini adalah kader pilihan yang dianggap kredibel dan mampu
menginternalisasi nilai-nilai perkaderan secara utuh kedalam dirinya,
kepada mereka kata “pengader” kemudian dinisbatkan.
Arus zaman yang bergulir sangat cepat telah menyajikan realitas baru
dalam tubuh kepengaderan, sebuah realitas yang nampaknya kurang
menyenangkan, namun harus responsif menanggapinya. Dunia kepengaderan
kekinian seakan dihantam oleh arus “erosi ideologi”. Erosi ideologi
menjelma dalam diri pengader lewat berbagai bentuk mulai dari degradasi
komitmen kepengaderan sampai munculnya gejala dalam diri pengader untuk
mereduksi makna perkaderan (perkaderan hanya dimaknai sebagai aktifitas
kepemanduan belaka). Radix masalah ini bisa dilacak dari
pengetahuan yang tidak utuh terhadap konsep diri pengader, namun disisi
lain masalah ini juga bisa berkisar pada wilayah sikap sebab terkadang
timbul keterputusan antara keutuhan pengetahuan dan aplikasi sikap
sebagai konsekuensi pengetahuan tersebut
.
Dinamika diatas bukan hadir untuk dilanggengkan sehingga sikap paling
bijak adalah berusaha untuk mengeremnya lalu mengembalikan keposisi
awal. Konkritnya, segalah daya mesti dikerahkan untuk mengembalikan ruh
kepengaderan. Dalam titik ini, rekonstruksi terhadap dunia kepengaderan
menjadi sangat urgen, rekonstruksi dimunculkan dalam bentuk menggeser
aspek perkaderan yang cenderung pragmatis menuju aspek yang lebih
berbasis nilai sebab berbagai macam kelonggaran dalam kepengaderan turut
berkontribusi dalam menyuburkan jiwa pengader yang lembek dan
inkonsisten. Setiap tahap rekonstruksi dunia kepengaderan harus
berbarengan dengan aspek ideologisasi agar proses rekonstruksi mampu
berjalan k earah cita ideal yang dimaksudkan.
Rekonstruksi dunia kepengaderan secara maksimal akan mendatangkan efek
bola salju berupa peneguhan terhadap peran dan fungsi pengader sebab
peran dan fungsi hakiki pengader tidak akan mementaskan diri di aras
kepengaderan apabila kita gagal membedah permasalahan fundamental dunia
kepengaderan hari ini. Peran dan fungsi pengader menjadi penting untuk
di tancapkan kembali karena dinamisasi di ruang perkaderan sangat
ditentukan oleh kualifikasi pengader dalam menjalankan peran dan
fungsinya, bila keduanya gagal dijalankan, maka degradasi perkaderan
akan meluncur ke dalam jurang tanpa dasar. Peran dan fungsi pengader
hanya mampu dijalankan oleh individu pengader yang memiliki kualitas
pendidik, pemimpin dan pejuang. Senior Course harus mampu bertindak
sebagai wadah dalam mencetak pangader-pengader yang mampu menjalankan
tri komitmen pengader.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar