(goresan tak karuan untuk hari buku
nasional)
Tumpukan
kertas lusuh
Berbaris
rapi
Dalam
pangkuan rak kumuh
Debu
menjadi teman hidupnya
Benda
segi empat itu termenung
Dalam..sangat
dalam
Heran
ia pada si dia yang sibuk menyusun
langkah kaki
Mengabaikan
emas zaman dalam Pandora segi empat
Dulu
makhluk itu pernah menyanjungnya
Memburunya
penuh gairah
Menjamah
tubuhnya penuh hasrat
Melahapnya
hingga bayangnya pun tak tersisa
Tapi
semua itu drama masa lalu
Saat
orang merasa butuh padanya
Ketika
manusia baru belajar mengeja peradaban
Lupakah
mereka dengan jasanya?
Atau
manusia telah merasa punya cukup akal
Mungkin,
tapi akal pendek
Pendek,
semakin pendek
Lalu
berjumpa kepunahan
Tak
sadarkah mereka jika pijar benda itulah yang mewariskan peradaban
Hingga
mereka mengenal adab
Atau
mereka telah alergi padanya
Alergi
karena tak menimang materi darinya
Padahal
ia ingin materi dalam dunia materialistis
Inilah
potret generasi ironis, dibesarkan dalam dunia ironi
Generasi
pelupa, lupa dengan bahan bakar peradabannya
Mengapa
sinarnya redup?
Kenapa
pijarnya kian lemah?
Mengapa
ia menjadi santapan rayap?
Dan
kenapa mereka hanya memandanginya
Jawabnya
ada pada dirimu yang sementara membaca teks ini
Zaenal Abidin Riam, Makassar 18 Mei 2013,
Pkl 02.51 Wita
Posting Komentar