Sumpah
merupakan sebuah pernyataan yang dikeluarkan secara sadar dan tanpa
paksaan dari siapapun. Konsekuensinya, pernyataan yang tertuang dalam
kalimat sumpah menjadi wajib dijalankan, pengingkaran terhadap sebuah
sumpah berarti pengingkaran terhadap diri sendiri, ketika individu
mengingkari dirinya sendiri maka ia tak lebih dari jasad yang minus
aspek humanitas. Pada situasi tertentu, kesadaran dalam melahirkan
sebuah sumpah merupakan akumulasi tekad demi merubah kondisi sosial yang
terlalu timpang, munculnya kejenuhan dan kebencian terhadap realitas
sosial di sekitarnya menyebabkan mereka terdorong untuk mengikrarkan
sumpah bersama, hal tersebut akan semakin gampang terjadi apabila ia
dipicu oleh rasa senasib.
Kenapa
kesadaran terhadap realitas yang akan diubah sering diwujudkan dalam
bentuk sumpah? Kenapa kesadaran tersebut tidak cukup diwujudkan dalam
bentuk pernyataan biasa? Hal tersebut terjadi karena sumpah merupakan
tingkat kesadaran tertinggi dari sebuah pernyataan, ada aspek sakralitas
dalam dimensi kalimat sumpah yang tidak hadir dalam dimensi kalimat
biasa. Jika diamati lebih jauh maka sebenarnya aspek sakralitas inilah
yang mendorong individu yang terlibat melafalkan atau memaknai sumpah
untuk berusaha secara aktif mewujudkan makna dibalik kalimat sumpah.
Dalam tradisi masyarakat kita, sumpah juga merupakan bentuk penegasan
atas kebenaran yang diyakini.
Jika
uraian singkat di atas dikaitkan dengan peristiwa sumpah pemuda maka ia
dapat dipahami sebagai sebuah peristiwa sakral saat pemuda bangsa
memiliki kesadaran kolektif untuk bergerak bersama mewujudkan Indonesia
yang saat itu masih dalam bentuk angan – angan, pemuda masa itu sangat
sadar bahwa jejeran kalimat yang mereka rumuskan bersifat sakral serta
memiliki konsekuensi untuk diwujudkan.
Jika
dianalisis secara saksama kalimat dalam sumpah pemuda memiliki visi
jangka panjang serta tidak hanya berdimensi fisik, maksudnya bahwa
sumpah pemuda tidak sekadar hadir untuk memerdekakan Indonesia dari
rezim kolonial Belanda, akan tetapi lebih dari itu sumpah pemuda
menginginkan agar kemerdekaan hadir dalam wajah subtantif, kemerdekaan
substantif dapat diukur dengan melihat beberapa indikator sederhana di
antaranya: terwujudnya rasa keadilan bagi setiap golongan, pemerataan
kesejahteraan pada semua lapisan masyarakat, lahirnya rasa aman dll.
jika indikator tersebut belum tercapai maka hal itu berarti bahwa sumpah
pemuda masih dalam tahap proses demi mewujudkan visi besarnya, tentunya
yang diharapkan berperan aktif mewujudkan visi besar tersebut adalah
pemuda masa sekarang, dengan catatan bahwa mereka mampu menjiwai aspek
sakralitas dalam diri sumpah pemuda.
Peringatan
sumpah pemuda sebagai sebuah seremonial tetap berlangsung setiap tahun
namun keterlibatan pemuda dalam momen seremonial tersebut terbilang
minim, banyak diantara mereka bahkan tidak lagi peduli dengan jadwal
peringatan sumpah pemuda, pada dasarnya tidak masalah bila pemuda tidak
terlibat aktif dalam proses seremonial sumpah pemuda akan tetapi mereka
harus mampu menjalankan tugas kepemudaan secara nyata dalam wujud kerja
perubahan, tetapi bila tidak satupun di antara ke duanya yang
dilaksanakan maka berarti ada yang salah dengan pola pikir dan tindakan
dalam diri pemuda.
Saat
ini pemuda cenderung berpola pikir apatis dan berprilaku hedonisme,
pola pikir dan prilaku seperti ini menyebabkan mereka lupa (atau sengaja
melupakan) tanggng jawabnyau sebagai pemuda, bagi mereka sumpah pemuda
tak lebih dari barisan kalimat yang dihafal fasih di bangku SD, aspek
sakralitas yang tertuang di dalamnya tak lagi mampu dijiwai, paling jauh
penjiwaan mereka terhadap sumpah pemuda hanya diwujudkan dalam bentuk
seremonial, lahir persepsi keliru bahwa sumpah pemuda telah sampai pada
kontribusi terjauhnya dengan mendorong pemuda pra kemerdekaan untuk
berjuang bersama mengusir penjajah, sebuah kondisi miris dan
menyedihkan. Pemuda mengalami minus idealisme bahkan banyak di anatara
mereka yang sama sekali tidak memiliki idealisme untuk bangsanya, kita
tidak perlu heran jika kaum muda yang merengsek ke dalam sistem
pemerintahan atau mereka yang berkeliaran di luar sistem hanya menambah
deretan coretan merah di wajah bangsa ini, mereka adalah kelompok yang
tidak memiliki ide besar untuk bangsanya
Sangat
urgen bagi pemuda untuk kembali melakukan refleksi akbar terhadap
sumpah yang telah diikrarkan oleh pendahulunya, sumpah tersebut
semestinya mampu bertindak sebagai semangat zaman (zeitgeist) dalam
menjalankan aktifitas kepemudaan dalam periode zaman yang berbeda dari
pendahulunya, ide – ide progresif selalu lahir dari kaum muda begitupun
tindakan revolusioner, terlalu sukar jika kita menggantungkan perbaikan
nasib bangsa ini kepada kaum tua, ide dan tindakan mereka cenderung
memapankan status quo, pemuda adalah pejuang, pejuang harus melakukan
kerja perjuangan, kerja perjuangan tersebut minimal dimulai dengan
melawan sikap apatisme dan hedonisme yang saat ini menjadi duri dalam
daging pemuda, percayalah.
Penulis :Zaenal Abidin Riam
Penggiat Komunitas Lingkar Peradaban / Kader HMI MPO Komisariat Tarbiyah UIN Alauddin Makassar
Posting Komentar