Menjadi tontonan
Seolah tak bernilai, nyawa itu
Senjata begitu mudah terhunus
Pelatuknya terlalu enteng melangkah
Pada mereka yang bersuara
Bahkan hanya bertanya
Jasad itu menjadi saksi
Rumah baru bagi mesiu
Yang menghambur dari selongsong peluru
Tajam, menyengat, berdiam di tubuh mati
Hingga berhias kamboja
Saat kuasa dimonopoli manusia picik
Ketika negara menjelma menjadi rumah angker
Jutaan manusia terusir
Lari terbirit
Ke labirin negeri
Kumpulan kecil lainnya memilih masuk ke bumi antah berantah
Katanya disana ada gubuk berdinding kedamaian
Di labirin itu
Mereka menjerit dan meronta
Menyapa hidup dengan tangisan
Merekalah korban mesiu
Yang diberondong karena berkata polos
Kepolosannya tak mengajarinya kebohongan
Kumpulan manusia yang tak pernah membaca teori retorika
Katanya adalah kata, tanpa bumbu, tak berhelai
ZaEnal Abidin Riam, Refleksi Pagi Hari di Kota Paradoks.
Posting Komentar