Sejak istilah local wisdom absah diterima
sebagai pembahasan yang sah dalam ranah akademik, beragam reaksi bermunculan,
banyak yang mengapresiasi, namun tak sedikit pula yang mengkritik. Tulisan
ringkas ini bermaksud membedah kritik yang menghampiri istilah local wisdom atau kearifan
lokal, bila berkaca kepada asal usul munculnya istilah local wisdom, maka akan dijumpai kenyataan bahwa local wisdom erat kaitannya
dengan wacana postmodernisme, postmodernisme sendiri merupakan diskursus yang
muncul sebagai reaksi modernisme, postmodernisme menentang penyeragaman
berpikir ala modernisme, postmodernisme menentang pemberangusan diskursus lokal
yang hidup di tengah masyarakat. tradisi yang merupakan diskursus lokal dalam
sebuah komunitas oleh modernisme dianggap sebagai penghambata kemajuan, oleh
sebab itu harus didobrak lalu ditinggalkan, sebaliknya postmodernisme memandang
tradisi sebagai identitas unik sebuah masyarakat yang mengkonstruk tatanan
kehidupan dalam masyarakat tersebut, oleh sebab itu perlu dipertahankan, dalam
perjalanannya penentang local wisdom seringkali merupakan pengikut setia
pikiran modernisme, hal ini tentu tak mengherankan.
Salah
satu kritik yang sering dialamatkan kepada local wisdom adalah local wisdom dianggap mengandung local crime, menurut kritik ini
ada prilaku kejahatan tersembunyi dalam praktik local wisdom, kejahatan tersebut terus langgeng dengan
menggunakan jubah local wisdom, dalam
banyak kasus local wisdom ditengarai
memelihara nalar kekuasaan yang menguntungkan kelompok tertentu sekaligus
merugikan kelompok lain, analisis yang dipakai biasanya merupakan turunan buah
pikir modernisme dengan perangkat positivisme logis, untuk lebih memperjelas
mari ambil contoh kasus dalam masyarakat NTT, dalam masyarakat tersebut ada
sebuah tradisi yang mengharuskan istri yang mengandung untuk mengambil tempat
tersendiri selama empat puluh hari, selama itu sang istri tidak bercengkrama
seperti biasanya bersama suaminya, juga tidak diperbolehkan mengkonsumsi
daging, bagi pengkritik local wisdom,
tradisi ini dianggap sebagai ekspresi penegasan kekuasaan laki-laki atas
perempuan, perempuan juga dianggap tertindas dalam konteks ini karena terhalang
memberi nutrisi maksimal terhadap anak dalam kandungannya, sekilas kritik ini
tampak ampuh, namun bila dibedah lebih lanjut kritik semacam ini terkesan
prematur dan terlampau menyederhanakan.
Ketika perangkat positivisme
logis dipaksakan membedah local
wisdom, maka sesungguhnya disana telah terjadi penghakiman sejak
awal, sesungguhnya disana sejak awal telah terjadi pejajahan gaya berpikir,
kolonialisasi paradigma, dan modernisme memang akrab dengan kolonialisasi
paradigma, kesalahan yang terjadi sejak awal dalam kasus ini adalah pemaksaan
rasio untuk menjadi standar kebenaran bagi semua realitas, termasuk realitas local wisdom, modernisme selalu
abai bahwa setiap realitas punya standar kebenaran tersendiri, local wisdom memiliki standar
kebenaran tersendiri yang hanya bisa dipahami berdasarkan standar tersebut,
pada titik ini modernisme terkesan sangat otoriter, otoritarianisme dihidupkan
secara tak sadar, dan itu bertentangan dengan prinsip dasar rasionalisme, ini
merupakan kontradiksi kasat mata dalam tubuh modernisme, jadi yang terjadi
sesungguhnya adalah kontradiksi yang dirawat dalam tubuh modernisme berupaya
ditularkan kepada realitas lain, suatu prilaku yang sangat irasional, nilai
irasional inilah yang berupaya diimpor kepada semua realitas.
Kesalahan selanjutnya dari
pengkritik local wisdom adalah kelalaian mereka memandang local wisdom secara
utuh, mereka cenderung memandang local wisdom dalam konteks norma atau bentuk,
akibatnya perhatiannya hanya terpusat pada aspek luar suatu tradisi yang telah
menjadi local wisdom, tidak
menukik lebih dalam hingga menyentuh substansi, padahal di bagian ini nilai
sebuah tradisi bersemayam, karena hanya menyentuh aspek luar akibatnya anggapan
yang muncul bahwa yang ditransformasikan dalam sebuah tradisi adalah bentuk
dari tradisi itu, padahal sesungguhnya yang ditransformasikan ke generasi
selanjutnya bukan bentuk dari tradisi itu, akan tetapi nilai dari tradisi itu,
bentuk bisa berubah tapi nilai tak harus selalu berubah, dan walaupun berubah,
maka nilai baru yang datang belum tentu lebih benar dan lebih baik dari nilai
lama, nilai modernisme yang muncul belakangan belum tentu lebih benar dan lebih
baik dari nilai local wisdom,
apalagi bila transformasi nilai tersebut ditempuh melalui jalur pemaksaan
paradigma, ini adalah bagian dari tindakan kejahatan intelektual.
Penulis: Zaenal Abidin Riam
Posting Komentar