BREAKING

Kamis, 04 April 2013

KAHMI di tengah Pusaran Politik

Setiap organisasi dan komunitas selalu berusaha menampilkan diri sebagai kelompok independen, independensi merupakan sebuah identitas yang menjadi bahan jualan setiap organisasi, sebenarnya hal tersebut tidak mrngherankan mengingat tidak satupun organisasi yang rela menempatkan diri secara terbuka sebagai bawahan dari organisasi tertentu bahkan dalam titik ekstrim kita terkadang melihat tindakan pengaburan fakta yang berusaha dilakukan oleh organisasi tertentu demi mendapatkan sepenggal kata ‘independensi”  walaupun cara yang ditempuh bisa dipastikan keliru. Independensi menjadi hal sangat sukar khususnya bagi organisasi yang fungsionarisnya terdiri dari orang – orang dari berbagai macam kelompok kepentingan yang berbeda, independensi bagi mereka bukanlah hal mustahil sepanjang individu yang terlibat di dalamnya memiliki komitmen tinggi untuk mewujudkan independensi , dalam konteks ini Munas KAHMI yang baru saja selesai di Riau menjadi urgen untuk dianalisa lebih jauh.

KAHMI yang merupakan wadah formal tempat kumpul alumni HMI pada dasarnya merupakan organisasi independen, hanya saja pada tataran tertentu sifat independensi KAHMI seringkali diragukan oleh berbagai kalangan, keraguan tersebut tidak muncul begitu saja tanpa alasan yang jelas, latar belakang keanggotaan KAHMI yang sangat beragam menjadi salah satu pemicunya, keraguan tentang prinsip independensi yang dipegang oleh organisasi tersebut biasanya didasarkan atas banyaknya anggota KAHMI yang juga aktif dalam dunia politik praktis, muncul kekhawatiran bahwa mereka akan membawa kecenderungan politiknya masuk ke KAHMI lalu menggunakan perkumpulan alumni tersebut demi memuluskan langkah poitiknya , pada dasarnya heteroginitas latar belakang keanggotaan KAHMI merupakan hal alamiah mengingat organisasi tersebut diisi oleh orang yang berstatus alumni di komunitas hijau hitam  yang hidup kesehariannya senantiasa berhubungan dengan ranah praktis kehidupan, mereka bukan kumpulan warga kampus yang masih jauh dari hiruk pikuk kehidupan praktis pragmatis, justru kehidupan praktis yang dalam momen tertentu cenderung pragmatis menjadi bagian dari keseharian mereka.
             
Mesti lahir koreksi objektif terkait sepak terjang KAHMI selama ini di pentas realitas ke-Indonesia-an, koreksi tersebut dihadirkan sebagai sebuah otokritik demi menghadirkan kondisi ideal di masa akan datang, koreksi tersebut lebih urgen diarahkan pada persoalan “independensi” organisasi, secara organisasi KAHMI telah menetapkan diri sebagai organisasi independen tanpa berpihak kepada kepentingan kelompok apapun baik dalam ranah politik, ekonomi, budaya serta semua aspek kehidupan lainnya, penegasan ini menjadi semacam jargon identitas bagi komunitas alumni hijau hitam, akan tetapi yang perlu mendapat sorotan kritis adalah sejauh mana komitmen anggota dalam merealisasikan prinsip independensi tersebut, dalam realitasnya independensi dalam tubuh KAHMI rawan terciderai oleh para anggotanya yang berada pada wilayah politik praktis dan dunia bisnis, ke dua domain kehidupan ini seringkali menyeret organisasi ke arah yang dilematis.
            
Pada wilayah politik praktis, anggota KAHMI yang bergelut di dalamnya seringkali secara sadar atau tidak menggunakan organisasi sebagai ruang konsolidasi politik khususnya politik yang terkait dengan kepentingannya, bahkan lebih jauh terkadang muncul indikasi untuk mengarahkan organisasi kepada kelompok kepentingan politik tertentu, kondisi ini terkadang muncul saat terjadi suksesi politik di tingkat lokal dan nasional atau ketika salah satu anggota KAHMI terjerat kasus tertentu, tetap diakui bahwa tindakan seperti itu tidak berasal dari instruksi pimpinan organisasi, hal tersebut juga bukan merupakan kebijakan resmi organisasi, namun prilaku tersebut terkadang muncul dari sekelompok oknum dalam tubuh KAHMI yang terkadang lalai dalam menjalankan amanah independensi organisasi, kita tidak bermaksud melarang anggota KAHMI untuk terjun ke ranah politik sebab sebagai alumni mereka tidak terikat lagi dengan regulasi HMI yang melarang kadernya untuk terjun dalam dunia politik praktis, menjadi alumni berarti membuat seseorang memiliki lebih banyak peluang untuk memperjuangkan kepentingan umat dalam berbagai ranah kehidupan termasuk ranah yang dulunya tidak bisa ia jelajahi, dalam situasi ini yang perlu dilakukan adalah tinggal bagaimana menguatkan pondasi idealisme agar tidak terjebak pada kepentingan politik jangka pendek, para alumni semestinya tetap memilki keyakinan bahwa realitas perpolitikan hari ini yang jauh dari kerangka ideal tidak bisa dijadikan alasan untuk menyerah pada realitas yang ada lalu turut menceburkan diri ke dalamnya karena realitas hadir bukan untuk sekedar diamini akan tetapi kehadirannya mesti dirubah ketika tampilan internal dan eksternalnya tidak berjalan ke arah tatanan masyarakat yng diridhoi Allah SWT.
                   
 Pada wilayah bisnis, independensi rawan terciderai karena prilaku oknum anggota tertentu yang terkadang tidak profesional dalam membedakan dunia bisnis dengan dunia KAHMI, terkadang perbincangan tentang bisnis termasuk proyek dan semacamnaya dilakukan di ruang – ruang KAHMI apalagi kalau latar belakang anggota bersangkutan sama – sama berasal dari dunia bisnis, situasi seperti ini seringkali memicu lahirnya image negatif tentang KAHMI di luar sana, mesti lahir pemahaman profesional dari oknum anggota organisasi khususnya bagi mereka yang berlatar belakang bisnis, KAHMI untuk KAHMI dan bisnis untuk bisnis, keduanya wajib terpisah antara satu dan yang lain, tidak boleh ada pencampurbauran antara ke duanya, sebab segala bentuk percampurbauran antara ke duanya hanya akan mendatangkan tarik ulur kepentinagnn antara satu dan yang lain, ketika tarik ulur tersebut terjadi maka besar kemungkinan proses aneksasi (pihak tertentu akan berusaha mencaplok wilayah pihak lain), mengenai siapa yang menganeksasi dan siapa yang dianeksasi maka jawaban tersebut akan terpulang kepada kubu mana yang paling kuat membentengi diri, apakah KAHMI atau bisnis?, berusaha memisahkan ke duanya ke dalam dua domain yang berbeda bukan bermaksud melarang anggota KAHMI yang berlatar belakang bisnis untuk memberikan bantuan finansial ke KAHMI karena tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan KAHMI yang terkadang berlangsung dalam skala besar tetap membutuhkan bantuan finansial sekarela dari para anggotanya, akan tetapi tetap perlu diingat bahwa bantuan tersebut mesti bersifat ikhlas tanpa pamrih karena jika bantuan tersebut disertai dengan embel – embel tertentu maka independensi KAHMI akan sekedar menjadi cerita, penulis tetap meyakini bahwa para anggota KAHMI termasuk alumni yang tidak turut bergabung di KAHMI sama sekali tidak menginginkan suasana tersebut, mereka tetap menginginkan agar KAHMI tetap memilih jalannya sendiri.
            
Demi menjaga kemurnian independensi KAHMI khususnya dari pengaruh politik praktis dan bisnis maka, langkah struktural tetap dibutuhkan, harapan tentang langkah struktural tersebut semoga mewujud dalam ketegasan para presidium KAHMI khususnya ketua KAHMI Nasional untuk tidak memberikan ruang bagi munculnya transaksi politik dan bisnis di ruang komunitas alumni HMI, jika mengacu pada hasil MUNAS  KAHMI yang baru saja berlangsung di Riau maka sebenarnya kita dapat membaca bahwa timbul keinginan kuat dari para anggota KAHMI Se-Nasional untuk menjadikan KAHMI jauh dari hiruk pikuk politik praktis dan bisnis, paling tidak kemauan tersebut mengejawantah dengan terpilihnya sosok Mahfud M.D. yang tidak berasal dari dunia politik praktis, dalam fase sederhana kemauan ini bisa menjadi lampu hijau bagi KAHMI ke depan untuk lebih fokus pada agenda keumatan, bukan agenda politik dan bisnis, menurut hemat penulis, bagian lain yang perlu dipertegas adalah adanya komitmen tentang kesadaran yang lebih subtantif bahwa ikut serta bergabung dalam struktur KAHMI bukan sekedar ajang untuk mempermulus karir dan menambah kurikulum vitae belaka tanpa mampu memberikan sumbangsih riil bagi bangsa dan umat, ber KAHMI sehatrusnya dilakukan atas sebuah panggilan jiwa agar kerja – kerja yang dilakukan bisa jauh dari unsur kepentingan pribadi belaka, fakta bahwa anggota KAHMI merupakan orang yang sebagian besar sudah bergelut dalam dunia praktis tidak elok dijadikan alasan bahwa KAHMI tidak bisa menghindar dari ruang pragmatisme kehidupan, justru situasi tersebut seharusnya dilihat sebagai sebuah ajang pembuktian bahwa kehidupan praktis tidak menghalangi seseorang untuk tetap teguh memperjuangkan idealisme kebenaran yang diyakininya.
            
 Yang tidak kalah urgen adalah KAHMI sebagai sebuah organisasi alumni HMI mestinya mampu melakukan introspeksi akbar terkait sejauh mana kontribusinya terhadap bangsa dan umat, di usianya yang semakin bertambah sudahkah KAHMI mewarnai bangsa dan umat ini ke a rah yang lebih baik atau tanpa sadar para elit organisasi justru lebih banyak menghabiskan energi untuk mengurusi kegaduhan politik jangka pendek?, refleksi ini perlu dihadirkan mengingat hingga saat ini masyarakat masih menunggu sumbangsih KAHMI yang bisa dirasakan secara langsung oleh mereka, bercokolnya beberapa alumni di pentas politik tidak dianggap oleh masyarakat sebagai sebuah sumbangsih yang bisa mereka rasakan secara konkrit, kembali kita mengulang pertanyaan, sumbangsih riil apa yang telah diberikan KAHMI ke pada bangsa dan umat terutama masyarakat yang ada di dalamnya? Jawaban tersebut akan lebih etis ketika dikembalikan kepada pengurus KAHMI yang baru lewat kerja nyata yang mesti dilakukan.

Penulis: Zaenal Abidin Riam

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT