BREAKING

Jumat, 10 Mei 2013

Sederhana Bukan Melarat


Sederhana, siapa yang tak pernah mendengar kata itu? Bisa dipastikan semua manusia pernah mendengarnya, sebagian lagi mampu menjelaskannya secara detail. Kata sederhana memiliki konsekuensi positif dalam kehidupan namun konsekuensi tersebut akan mengejawantah tatkala ia tak sekedar memnjadi bahan pembicaraan, dibutuhkan komitmen kuat untuk mengaplikasikan makna kesederhanaan dalam kehidupan sehari – hari, aplikasi makna kesederhanaan tidak bisa hanya diaplikasikan dalam skala mikro tapi juga wajib dibumikan dalam skala makro termasuk negara. Urgensi aplikasi makna kesederhanaan dalam realitas keseharian terasa semakin urgen dalam dunia yang dikuasai nalar kuasa konsumeristik dimana pencapaian tertinggi terhadap instrumen materi sering dijadikan label untuk menentukan strata sosial seseorang.



Sering muncul kesalahpahaman dalam memaknai kata “sederhana”, idividu tertentu secara ceroboh sering mengaitkan kesederhanaan dengan kemiskinan, seolah kesederhanaan merupakan saudara kandung dari kemiskinan, tentunya pemahaman seperti ini sangat tidak produktif, di sisi lain hal ini juga merupakan kekeliruan yang mesti dikoreksi, persepsi seperti ini justru berpeluang membawa konsekuensi negatif , persepsi negatif yang dimaksudkan adalah munculnya keengganan bahkan “ketakutan” bagi  individu untuk menjadi pribadi sederhana, takut miskin, tak punya harta dan akhirnya menjadi manusia melarat. Kesederhanaan pada hakikatnya tidak berbicara tentang banyak atau sedikitnya harta akan tetapi ia lebih pada tingkat kepemilikan harta secara proporsional, proporsional yang dimaksudkan adalah “tidak berlebihan” namun “tidak pula kekurangan”, poin lainnya adalah bahwa harta tersebut mesti lebih banyak digunakan demi kemaslahatan umat, bukan sekedar memuaskan nafsu pribadi.
                     
Lalu apa instrumen tepat untuk memastikan bahwa hidup kita masih berada dalam koridor kesederhanaan atau telah melampauinya? Dalam persepsi awam penulis indikator tersebut sangat ditentukan oleh motivasi seseorang dalam kepemilikan harta, yakni apakah motivasi kepemilikannya terhadap harta (dalam bentuk apapun) dilatarbelakangi oleh faktor kebutuhan atau lebih karena hasrat (desire)? Jika karena hasrat maka itu berarti yang bersangkutan telah melaju di luar rel kesederhanaan namun apabila kebutuhan yang menjadi motif awal kepemilikannya terhadap harta maka individu tersebut masih berpeluang untuk menjadi pribadi yang sederhana. Kebutuhan pada dasarnya selalu memiliki relasi dengan manusia lain, maksudnya bahwa jika tindakan kita dimotifasi oleh faktor kebutuhan maka kita juga minimal akan berhitung apakan tindakan tersebut tidak merugikan orang lain? Akan tetapi apabilan aksi yang kita lakukan dilatarbelakangi oleh hasrat maka kita tidak akan punya waktu untuk memikirkan konsekuensi negatif dari tindakan kita terhadap orang lain.

Kesederhanaan pada dasarnya lebih merupakan sebuah cara hidup yang semestinya memayungi segala aspek kehidupan manusia, kesederhanaan mesti ditransformasikan dalam bentuk karakter baik pada skala mikro (keluarga) terlebih dalam skala makro (negara), dalam lingkup keluarga maka model transformasi kesederhanaan adalah dengan munculnya teladan kesederhanaan dari orang tua terhadap anak, selain teladan maka perlu pula menanamkan nilai kesederhanaan terhadap anak, harapannya agar kelak anak tersebut mampu tumbuh besar dalam nuansa kesederhanaan, benar bahwa lingkungan eksternal tetap membawa pengaruh dalam proses kehidupannya menuju kedewasaan akan tetapi penanaman nilai kesederhanaan sejak dini akan menjadi tameng dari pengaruh hidup yang serba berlebihan, sedangkan dalam skala negara maka pola hidup sederhana seharusnya dicontohkan oleh para pemimpin negeri, pemimpin merupakan cerminan bagi rakyat,setiap prilakunya selalu terbuka untuk dicontoh oleh rakyat (jika rakyat masih percaya kepadanya), akan sia – sia seorang pemimpin selalu menghimbau rakyatnya agar hidup sederhana sementara ia sendiri jauh dari prilaku tersebut, justru ia hanya akan menjadi bahan olok – olokan. Hidup sederhana bukan berarti harus hidup miskin sebab substansi kesederhanaan adalah pola hidup yang tidak berlebih – lebihan serta menyisakan ruang bagi orang lain dalam kehidupannya, jadi tidak perlu takut untuk menjadi pribadi sederhana. 

Penulis: Zaenal Abidin Riam



About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT