BREAKING

Selasa, 05 November 2013

Menakar Ulang Sakralitas Sumpah Pemuda

Sumpah merupakan sebuah pernyataan yang dikeluarkan secara sadar dan tanpa paksaan dari siapapun. Konsekuensinya, pernyataan yang tertuang dalam kalimat sumpah menjadi wajib dijalankan, pengingkaran terhadap sebuah sumpah berarti pengingkaran terhadap diri sendiri, ketika individu mengingkari dirinya sendiri maka ia tak lebih dari jasad yang minus aspek humanitas. Pada situasi tertentu, kesadaran dalam melahirkan sebuah sumpah merupakan akumulasi tekad demi merubah kondisi sosial yang terlalu timpang, munculnya kejenuhan dan kebencian terhadap realitas sosial di sekitarnya menyebabkan mereka terdorong untuk mengikrarkan sumpah bersama, hal tersebut akan semakin gampang terjadi apabila ia dipicu oleh rasa senasib.


  Kenapa kesadaran terhadap realitas yang akan diubah sering diwujudkan dalam bentuk sumpah? Kenapa kesadaran tersebut tidak cukup diwujudkan dalam bentuk pernyataan biasa? Hal tersebut terjadi karena sumpah merupakan tingkat kesadaran tertinggi dari sebuah pernyataan, ada aspek sakralitas dalam dimensi kalimat sumpah yang tidak hadir dalam dimensi kalimat biasa. Jika diamati lebih jauh maka sebenarnya aspek sakralitas inilah yang mendorong individu yang terlibat melafalkan atau memaknai sumpah untuk berusaha secara aktif mewujudkan makna dibalik kalimat sumpah. Dalam tradisi masyarakat kita, sumpah juga merupakan bentuk penegasan atas kebenaran yang diyakini.

  Jika uraian singkat di atas dikaitkan dengan peristiwa sumpah pemuda maka ia dapat dipahami sebagai sebuah peristiwa sakral saat pemuda bangsa memiliki kesadaran kolektif untuk bergerak bersama mewujudkan Indonesia yang saat itu masih dalam bentuk angan – angan, pemuda masa itu sangat sadar bahwa jejeran kalimat yang mereka rumuskan bersifat sakral serta memiliki konsekuensi untuk diwujudkan.

  Jika dianalisis secara saksama kalimat dalam sumpah pemuda memiliki visi jangka panjang serta tidak hanya berdimensi fisik, maksudnya bahwa sumpah pemuda tidak sekadar hadir untuk memerdekakan Indonesia dari rezim kolonial Belanda, akan tetapi lebih dari itu sumpah pemuda menginginkan agar kemerdekaan hadir dalam wajah subtantif, kemerdekaan substantif dapat diukur dengan melihat beberapa indikator sederhana di antaranya: terwujudnya rasa keadilan bagi setiap golongan, pemerataan kesejahteraan pada semua lapisan masyarakat, lahirnya rasa aman dll. jika indikator tersebut belum tercapai maka hal itu berarti bahwa sumpah pemuda masih dalam tahap proses demi mewujudkan visi besarnya, tentunya yang diharapkan berperan aktif mewujudkan visi besar tersebut adalah pemuda masa sekarang, dengan catatan bahwa mereka mampu menjiwai aspek sakralitas dalam diri sumpah pemuda.

  Peringatan sumpah pemuda sebagai sebuah seremonial tetap berlangsung setiap tahun namun keterlibatan pemuda dalam momen seremonial tersebut terbilang minim, banyak diantara mereka bahkan tidak lagi peduli dengan jadwal peringatan sumpah pemuda, pada dasarnya tidak masalah bila pemuda tidak terlibat aktif dalam proses seremonial sumpah pemuda akan tetapi mereka harus mampu menjalankan tugas kepemudaan secara nyata dalam wujud kerja perubahan, tetapi bila tidak satupun di antara ke duanya yang dilaksanakan maka berarti ada yang salah dengan pola pikir dan tindakan dalam diri pemuda.

  Saat ini pemuda cenderung berpola pikir apatis dan berprilaku hedonisme, pola pikir dan prilaku seperti ini menyebabkan mereka lupa (atau sengaja melupakan) tanggng jawabnyau sebagai pemuda, bagi mereka sumpah pemuda tak lebih dari barisan kalimat yang dihafal fasih di bangku SD, aspek sakralitas yang tertuang di dalamnya tak lagi mampu dijiwai, paling jauh penjiwaan mereka terhadap sumpah pemuda hanya diwujudkan dalam bentuk seremonial, lahir persepsi keliru bahwa sumpah pemuda telah sampai pada kontribusi terjauhnya dengan mendorong pemuda pra kemerdekaan untuk berjuang bersama mengusir penjajah, sebuah kondisi miris dan menyedihkan. Pemuda mengalami minus idealisme bahkan banyak di anatara mereka yang sama sekali tidak memiliki idealisme untuk bangsanya, kita tidak perlu heran jika kaum muda yang merengsek ke dalam sistem pemerintahan atau mereka yang berkeliaran di luar sistem hanya menambah deretan coretan merah di wajah bangsa ini, mereka adalah kelompok yang tidak memiliki ide besar untuk bangsanya

  Sangat urgen bagi pemuda untuk kembali melakukan refleksi akbar terhadap sumpah yang telah diikrarkan oleh pendahulunya, sumpah tersebut semestinya mampu bertindak sebagai semangat zaman (zeitgeist) dalam menjalankan aktifitas kepemudaan dalam periode zaman yang berbeda dari pendahulunya, ide – ide progresif selalu lahir dari kaum muda begitupun tindakan revolusioner, terlalu sukar jika kita menggantungkan perbaikan nasib bangsa ini kepada kaum tua, ide dan tindakan mereka cenderung memapankan status quo, pemuda adalah pejuang, pejuang harus melakukan kerja perjuangan, kerja perjuangan tersebut minimal dimulai dengan melawan sikap apatisme dan hedonisme yang saat ini menjadi duri dalam daging pemuda, percayalah.


Penulis :Zaenal Abidin Riam
Penggiat Komunitas Lingkar Peradaban / Kader HMI MPO Komisariat Tarbiyah UIN Alauddin Makassar

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT