BREAKING

Sabtu, 02 November 2013

Sisi Lain Perdebatan Al Ghazali dan Ibnu Rusyd

 
            Belakangan ini dunia pemikiran Islam memang tidak terdengar hiruk – pikuk, saling debat pemikiran terdengar senyap, beberapa pemikir seolah berjalan di lorongnya masing – masing, mereka menghindari konfrontasi pemikiran antara satu sama lain sehingga tidak heran bila ruang pemikiran Islam menjadi kurang dinamis. Jika kita merefleksi ke belakang maka, ruang pemikiran Islam pernah mengalami dinamisasi yang menarik, berbagai pemikir datang silih berganti dengan pikirannya masing – masing, walaupun perdebatan di antara pemikir Islam sering saling menyudutkan bahkan saling menjatuhkan antara satu sama lain namun perdebatan di antara mereka tetap melahirkan khazanah intelektual yang mewarnai zamannya bahkan membentuk dasar formasi berpikir yang berpengaruh pada beberapa generasi sesudahnya, di antara salah satu episode perdebatan sengit itu adalah perdebatan fenomel antara al Ghazali dan Ibnu Rusyd.
            Perdebatan antara al Ghazali dan Ibnu Rusyd lebih sering diposisikan sebagai perdebatan antara ahli syariat dan ahli filsafat, antara kecenderungan syariat di satu sisi dan kecenderungan filsafat di sisi lain, sebenarnya pemetaan antara al Ghazali dan Ibnu Rusyd dengan model seperti di atas tidaklah tepat, sekalipun al Ghazali menyerang beberapa aspek pemikiran filsafat namun ia sendiri pernah mendalami filsafat, kekecewaan al ghazali terhadap filsafat terjadi saat dirinya mencoba melakukan pencarian terhadap kebenaran hakiki melalui jalur filsafat, kebenaran hakiki yang dicarinya tidak ditemukan, situasi tersebut menyebabkan al Ghazali berada dalam kondisi kegamangan, di sisi lain kecenderungan beberapa filsuf kala itu yang secara agak ekstrim menjadikan filsafat sebagai metode pencarian kebenaran paling sempurna dan cenderung mengabaikan syariat turut mengkristalkan pandangan negatif al Ghazali terhadap filsafat.
            Jika diurai secara detail maka ada dua puluh poin yang menjadi titik sentral gugatan al Ghazali terhadap filsafat, gugatan tersebut dituangkan dalam sebuah buku berjudul Tahaffuh al Falasifah, sebaliknya Ibnu Rusyd dengan cerdas mampu melakukan tanggapan balik bahkan membantah argument al Ghazali pada dua puluh titik gugatan tersebut, argumen bantahan Ibnu Rusyd dituangkan dalam sebuah buku berjudul Tahaffuh at Tahaffuh. Ada sisi lain yang menarik diamati dari perdebatan di antara ke dua tokoh besar ini, sekalipun polemik ke duanya bersifat saling menegasikan namun pada sisi lain kita bisa melihat bahwa debat pemikiran antara dua tokoh besar tersebut merupakan simbol dinamisasi pemikiran Islam yang kala itu mulai redup, bantahan Ibnu Rusyd terhadap al Ghazali menghidupkan kembali animo para pencari ilmu untuk mempelajari filsafat setelah sebelumnya mereka lebih banyak dipengaruhi oleh ahli syariat yang memandang filsafat dalam domain negatif serta menganjurkan para pencari ilmu untuk menjauhinya.
            Bagi sebagian pecinta filsafat, al Ghazali diposisikan sebagai tertuduh karena serangannya terhadap pemikiran para filsuf menjadikan filsafat dalam dunia Islam mengalami kemunduran, pandangan mereka tidak jauh berbeda dengan pecinta syariat yang juga memposisikan filsafat sebgai yang tertuduh karena beberapa aspek pemikiran yang berkembang di dalamnya dianggap merusak aqidah Islam, pandangan di antara ke dua kutub tersebut masing – masing memiliki kelemahan. Secara pribadi, al Ghazali tidak pernah mengharamkan filsafat sebab ia sendiri pernah bergelut di dalamnya, label haram yang dilekatkan pada filsafat berasal dari pengikut setia al Ghazali yang tidak berlaku proporsional dalam memposisikan dan meletakkan pandangan gurunya, pandangan dari pengikut al Ghazali menjadi semakin tidak proporsional karena banyak di antara mereka yang tidak mengetahui bahwa al Ghazali pernah menggeluti pemikiran filsafat, bahkan dalam suatau riwayat dijelaskan bahwa menjelang akhir hayatnya, al Ghazali kemudian menyadari bahwa banyak bantahannya terhadap filsafat yang tidak tepat, ia mengakui bahwa filsafat bisa dijadikan sebagai salah satu metode untuk sampai kepada kebenaran hakiki, sayang bantahan al Ghazali terhadap filsafat lebih terekspos dibanding pengakuan atas kekeliruan pandangannya terhadap filsafat.
            Pada dasarnya pembelaan terhadap filsafat yang dilakukan Ibnu Rusyd dari serangan al ghazali menjaga energi intelektual dalam lanskap pemikiran Islam, serangan balik pemikiran Ibnu Rusyd kepada al Ghazali juga mengindikasikan bahwa proses dialektika pemikiran masih berlangsung dalam gelanggang pemikiran Islam, pemikiran akan mengalami kebekuan apabila proses dialektika tidak lagi hadir dalam sebuah ruang pemikiran, ketika proses dialektika hadir maka masih terbuka ruang bagi munculnya benih pemikiran baru. Kemandegan filsafat dalam dunia Islam tidak sepenuhnya harus dilimpahkan kepada al Ghazali sebagai biang keladi, seharusnya yang perlu dipersalahkan dalam konteks ini adalah para pengikut al Ghazali termasuk generasi sesudahnya yang secara membabibuta melakukan proses sakralisasi berlebihan terhadap pandangan al Ghazali tanpa memperhatikan konteks dimana al Ghazali mengeluarkan pandangannya, seharusnya mereka penting pula membaca bantahan Ibnu Rusyd terhadap al Ghazali sehingga lahir pandangan yang lebih berimbang, bukan pandangan yang cenderung menghakimi pihak tertentu.

Zaenal Abidin Riam
Penggiat Komunitas Lingkar Peradaban / penulis juga berkecimpung di Komunitas Pena Literasi    

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT