BREAKING

Minggu, 17 Mei 2015

Benarkah Politik Adalah Seni Untuk Berkompromi?

Oleh: Zaenal Abidin Riam

            Politik adalah kosakata yang sering dipakai masyarakat, politik bukan lagi kosakata eksklusif bagi kelompok tertentu, masyarakat awam yang tidak paham politik, juga sering menjadikan politik sebagai perbincanagn di waktu senggang, konten berita dalam media lokal, nasional, sampai internasional, tidak pernah jauh dari hal yang berbau politik, jika memandang politik dari sisi praktik, maka akan muncul sudut pandang yang sangat dinamis, mulai yang memandangnya dalam kerangka positif, hingga yang mempersepsinya dalam kerangka sangat negatif, politik memang merupakan area sangat cair dari sisi kenyataan, posisi kawan dan lawan tak pernah bertahan lama, semua bisa berubah dengan cepat, walaupun praktik politik lebih banyak yang bernuansa negatif, namun tetap banyak individu atau kelompok dengan idealisme tinggi, memilih jalur politik sebagai alat mewujudkan idealismenya, dilema sering terjadi karena, pandangan antara beragam kelomok dalam dunia politik tentu berbeda, dalam kondisi ini, kompromi sering tak bisa dihindarkan, khususnya saat ingin mengambil keputusan bersama.

            Berbicara tentang kompromi, maka ada satu hal yang pasti, kompromi mengharuskan agen di dalamnya “menggugurkan” sebagian pendiriannya, lalu bersedia menerima sebagian pendirian dari teman komprominya, disinilah fenomena kontras sering terjadi, mereka yang dulunya menentang sesuatu sebelum masuk ke dunia politik, justru menerima sesuatu tersebut saat ia telah terjun di dunia politik, akibatnya stigma negatif bisa meluncur deras pada dirinya, kompromi tentu dipandang berbeda oleh para pelaku politik dan orang yang berada di luar lingkaran politik, bagi para pelaku politik, kompromi adalah hal yang sah – sah saja, bahkan ia wajib dilakukan dalam situasi tertentu, bagi mereka, penilaian baik dan buruk tentang kompromi, sangat dipengaruhi oleh pemilihan momen dan masalah yang ingin dikompromikan, tetapi bagi mereka yang hidupnya di luar dunia politik, khususnya manusia awam, kompromi dalam bentuk apapun lebih sering dipandang sebagai hal negatif, ok, anggaplah kita mengikuti sudut pandang pelaku politik, bahwa kompromi adalah hal tak terhindarkan dalam aktifitas politik, pertanyaan sederhananya adalah, apakah semua hal bisa dikompromikan dalam dunia politik?.

            Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita perlu kembali pada poin – poin yang merupakan pendirian / prinsip dari setiap kelompok politik, secara umum, pasti terdapat persamaan universal antara prinsip kelompok politik yang satu dan kelompok politik yang lain, namun di sisi lain, juga terdapat perbedaan yang mendasar dari segi prinsip antara kelompok politik, biasanya prinsip yang berbeda tersebut, lebih berkaitan langsung dengan aspek ideologi dari setiap kelompok, jika poin – poin prinsip yang bersifat sekunder, dikompromikan, maka hal tersebut bisa dipahami, toh bagi pelakukanya cara tersebut hanya dianggap sebagai tindakan taktis, namun bila prinsip yang benar – benar prinsipil turut dikompromikan, maka hal ini yang susah diterima akal sehat, terlebih bila hasil kompromi tersebut sangat bertentangan dengan prinsip paling mendasar dari kelompoknya, pada posisi ini, yang terjadi murni barter kepentingan, bila kenyataannya sudah seperti ini, komitmen menegakkan idealisme kebenaran, melalui jalur politik, tak lebih dari omong kosong belaka, keengganan untuk tidak mengkompromikan prinsip kebenaran paling mendasar oleh kelompok tertentu, sama sekali bukan bermaksud menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan umat / masyarakat, tetapi ia merupakan upaya untuk tetap menegaskan yang benar sebagai yang benar, dan yang salah sebagai yang salah, kebenaran yang terang tidak boleh dikompromikan dengan kesalahan yang teranga pula, walaupun itu dalam dunia politik yang begitu cair.

            Jadi benarkah politik adalah seni untuk berkompromi? Pada dasarnya pernyataan tersebut hanya merupakan salah satu defenisi politik, kalaupun kita mengikuti defenisi tersebut, maka yang perlu ditegaskan adalah, tidak semua perkara bisa dikompromikan dalam dunia politik, mengkompromikan prinsip yang kebenarannya terang dengan perkara yang kekeliruannya terang, adalah kekeliruan yang sangat naif, lalu bagaimana bila kelompok tersebut adalah kumpulan mayoritas dalam politik? Apakah ia harus tetap mempertahankan prinsip kebenaran tersebut saat semua kelompok lain telah sepakat berkompromi? Sebenarnya pertanyaan semacam ini terlihat terlalu putus asa, bukankah kita juga mengenal yang disebut lobi – lobi politik, melalui mekanisme lobi politik, seharusnya kelompok tersebut melobi kelompok politik lainnya dan berupaya membangun poros tersendiri, hal ini masih lebih cerdas dibandingkan hanya menunggu pinangan lobi dari kelompok politik lainnya, mengenai hasilnya, tentu sangat ditentukan oleh kekuatan komunikasi dalam membangun lobi, dalam realitasnya politik memang lebih identik dengan menang dan kalah, bukan benar salah, tapi benarkah yang menang itu selamanya benar? Tidak kan.      


About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT