BREAKING

Minggu, 17 Mei 2015

Indonesia Darurat Korupsi

Beberapa pekan belakangan ini, masyarakat Indonesia, disuguhi drama baru, sebagaian kalangan memberinya judul “KPK vs POLRI jilid II” judul ini mengacu pada peristiwa cicak vs buaya yang pernah trend, dari judulnya saja, publik mampu memahami, bahwa perseteruan antara dua institusi penegak hukum, merupakan kelanjutan dari episode lama, namun memandang korupsi, sebatas perseteruan antara KPK vs POLRI, rasanya terlalu menyempitkan masalah korupsi, korupsi bukan hanya terjadi di tubuh kepolisian, sangat memungkinkan, institusi negara lainnya, juga diwarnai dengan praktek korupsi, tertangkapnya petinggi tertentu dalam kepolisian, juga tidak tepat dijadikan kesimpulan, bahwa semua anggota kepolisian bermental korup, pasti tetap ada diantara mereka yang belum terjangkit mental bobrok tersebut, di Indonesia, korupsi telah menjadi kejahatan luar biasa, yang tersebar, terstruktur dan tersistematis, bahkan korupsi bisa muncul dalam lingkungan kaum awam.
  
Jika ingin jujur pada kenyataan, pelaporan dan penetapan tersangka, kepada para pimpinan KPK, merupakan sebuah upaya kriminalisasi, tindakan ini juga merupakan upaya pelemahan terhadap KPK, mereka yang ditetapkan tersangka, secara otomatis akan non aktif dari posisi pimpinan KPK, sudah barang tentu, situasi ini menyebabkan instabilitas dalam tubuh KPK, walaupun selanjutnya ditunjuk Plt. Pimpinan KPK, namun para Plt tersebut, butuh waktu saling berkoordinasi, termasuk mempelajari lagi dari awal, kasus korupsi yang ditangani lembaga anti korupsi ini, khususnya kasus besar yang tirainya mulai terungkap, semoga sisa masa jabatan pimpinan KPK, tidak habis hanya dengan mempelajari kasus, kita butuh eksekusinya di lapangan, ini merupakan pelita positif yang perlu kita jaga, boleh jadi, bila tidak ada insiden terhadap para pimpinan KPK, kasus besar yang mulai terang, akan terungkap sebelum periode Abraham samad berakhir, penonaktifan dua pimpinan KPK, dan pengangkatan Plt. Minimal memberikan ruang bagi koruptor yang belum disentuh, atau sementara proses namun belum ditetapkan, untuk mengkonsolidasikan diri menghindar dari jeratan KPK, sebuah ironi di negeri yang katanya pemimpin tertingginya, akan menjadikan pemberantasan korupsi sebagai prioritas utama, entah itu memang komitmen atau sekadar lip service darinya.

Tidak berlebihan bila kita meyakini, bahwa hantaman bertubi – tubi terhadap KPK, yang mana hantaman ini lebih dahsyat dari serangan sebelumnya, merupakan indikasi terang, bahwa Indonesia sedang dalam darurat korupsi, betapa tidak, selama ini KPK telah membuktikan diri, sebagai benteng sekaligus senjata tangguh bagi pemberantasan korupsi, pengakuan ini bukan sekadar isapan jempol, pengakuan ini juga tidak hanya datang dari dalam negeri, beberapa pihak dari luar negeri, juga memberikan pengakuan yang sama, kemampuan KPK untuk menuntaskan kasus, yang selama ini, mentok di lembaga penegak hukum lainnya, merupakan bukti sederhana, ditambah lagi agresifitas KPK, mulai menyentuh orang – orang yang berkuasa, untuk sekarang, lembaga penegak hukum lainnya, belum memperlihatkan gelagat yang sama dengan KPK, sehingga harapan belum bisa digantungkan kepadanya, akan tetapi, insiden terhadap pimpinan KPK, seolah meredupkan harapan tentang semakin membaiknya pemberantasan korupsi ke depan, semua orang tahu, bila pimpinan lembaga ini  dikriminalkan dengan tuduhan yang sarat kepentingan, maka hal tersebut akan berdampak buruk pada lembaga KPK, kinerja lembaga pasti terganggu hingga ke tingkat bawah, kinerjanya akan menurun, dalam situasi seperti ini, korupsi yang sudah lama menunggu momen, kembali muncul, bahkan berani menyerang KPK yang imunitasnya sedang menurun.
            
Tidak perlu heran, bila opini mayoritas rakyat Indonesia, selalu berpihak kepada KPK terlepas bagaimana kondisinya, ini bukan tirani opini, sebab yang layak disebut tirani opini, adalah masalah yang pemihakan opininya, dikondisikan oleh oknum atau kelompok yang punya kepentingan dalam masalah tersebut, pada posisi ini, opini yang muncul tak lebih dari hasil rekayasa busuk, opini tersebut tidak muncul dari kesadaran pembuat opini, sedangkan untuk masalah KPK, kondisinya sangat berbeda, KPK atau kelompok pendukung pemberantasan korupsi, tidak pernah membuat rekayasa tak terpuji agar publik mendukung KPK, yang mereka selalu kampanyekan adalah pemberantasan korupsi, tentu hanya orang dengan akal tidak waras, yang mau menyebut kampanye pemberantasan korupsi, sebagai rekayasa busuk membentuk tirani dalam dunia opini, ingat, tirani tidak mungkin bergandengan dengan kebaikan, termasuk bila ia muncul dalam bentuk opini, sedangkan kampanye pemberantasan korupsi merupakan kategori kebaikan, bila pandangan masyarakat selalu memihak KPK, maka hal itu sangat dipengaruhi oleh kerja KPK di lapangan, masyarakat melihat dengan mata kepala sendiri kerja lembaga tersebut, lalu dari situ mereka memberikan pengakuan dan dukungan terhadap KPK, jadi ini merupakan dukungan sadar.

Masalah yang menimpa KPK untuk sekarang ini, merupakan masalah pertaruhan hidup mati bagi lembaga ini, juga bagi seluruh rakyat Indonesia, bila KPK dikalahkan melalui kriminalisasi dan pelemahan, maka penegakan anti korupsi akan terjun bebas, sebaliknya, bila KPK berhasil membuktikan diri di mata hukum, sebagai pihak yang benar, dan berada di jalan kebenaran,  (dan KPK memang benar dalam masalah ini), maka itu juga akan menjadi lonceng kematian bagi korupsi berikut aktornya, jika KPK benar – benar berhasil dilemahkan dalam pertarungan ini, maka koruptor yang belum tersentuh, akan semakin berani melancarkan jurus pelemahan terhadap KPK, indikasinya mulai terlihat sekarang, jika dulunya hanya oknum legislatif yang berani menyerang KPK, maka sekarang, oknum eksekutif mulai berani ikut – ikutan menyerang lembaga anti korupsi ini, walaupun belum sepenuhnya bisa dibuktikan, namun terdapat indikasi kuat, bahwa mereka yang ikut – ikutan memojokkan KPK, khususnya di tingkat elit, adalah orang – orang yang memang bermasalah dengan korupsi, meluasnya pihak yang mulai terang menyerang KPK, harusnya menyadarkan kita semua, masyarakat Indonesia, bahwa dalam situasi ini, harus ada gerakan people power yang lebih masif dari sebelumnya demi menyelamatkan KPK, bila kita hanya diam, maka berarti kita membiarkan negari ini dalam darurat korupsi, sekaligus memberikan kesempatan bagi koruptor untuk berkuasa, jika hal ini terjadi, maka lonceng yang berbunyi merupakan petaka bagi pemberantasan korupsi.  

Penulis: Zaenal Abidin Riam

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT