BREAKING

Selasa, 09 Juni 2015

Perjumpaan Agama dan Budaya

Dalam kehidupan manusia, agama dan budaya merupakan dua entitas yang berbeda, ke duanya terlibat dalam dialektika intens, saling bertukar gagasan bahkan saling bertukar prilaku, pada dasarnya relasi antara agama dan budaya tak dapat terhindarkan, kondisi tersebut terjadi karena baik agama maupun budaya sama – sama menyentuh diri individu dan masyarakat, pola hubungan yang terbangun diantara ke duanya terbilang kompleks, paradoks, bahkan saling intervensif dalam waktu tertentu. Oleh karena itu dibutuhkan kematangan persepsi dalam memahami relasi antara agama dan budaya,  sikap ketidakmatangan dalam memahami relasi antara ke duanya hanya akan melahirkan sudut pandang yang keliru, atau bisa jadi menghakimi salah satu  entitas tersebut.
            
Tidak tepat pula jika agama dan budaya selalu dinegasikan, seolah salah satu pihak harus selalu menghukumi yang lain, baik agama maupun budaya dituntut untuk lebih bersifat terbuka sehingga model komunikasinya benar – benar terlihat komunikatif, demi mewujudkan hal ini maka manusia sebagai penganut agama dan kreator budaya diharapkan memiliki pemahaman utuh terhadap agama dan budaya, hal ini penting mengingat agama dan budaya dipraktekkan secara beriringan oleh manusia, cukup sukar untuk melakukan pemisahan ekstrim kepada dua entitas tersebut.
            
Jika dilakukan pemetaan secara umum maka, pola hubungan antara agama dan budaya dapat dibagi ke dalam tiga model. Persepsi pertama menganggap bahwa budaya merupakan bagian dari aktualisasi potensi ilahiah, anjuran tentang aktualisasi potensi ilahiah disinggung dalam ajaran agama, Hegel termasuk pemikir yang menganut pandangan ini, persepsi ini memberikan keleluasaan terhadap budaya untuk terus melakukan kreasi, kreasi budaya sekaligus dianggap sebagai ekspresi keagamaan terlepas dari standar nilai yang coba dibangun. Di Indonesia praktek semacam ini dipraktekkan oleh beberapa golongan dalam agama tertentu

Pandangan ke dua meyakini bahwa agama dan budaya tidak memiliki keterkaitan, sehingga salah satu entitas tidak perlu mencampuri entitas yang lain, agama diyakini berasala dari Tuhan demi mengatur pola spiritualitas manusia sedangkan budaya dipercaya merupakan murni kreasi manusia demi membuat hidupnya lebih senang, John Bekker termasuk pemikir yang menganut pandangan ini, Bekker menginginkan agar agama dan budaya berjalan pada koridornya masing – masing tanpa perlu saling menintervensi, segala bentuk intervensi hanya akan menjadikan salah satu kutub mengalami instabilitas sistem dan resistensi, kondisi tersebut terjadi karena ke duanya berasal dari sumber yang berbeda.
            
Adapun persepsi ke tiga melihat agama sebagai bagian dari produk budaya, pandangan ini berangkat dari sebuah analisa bahwa makna substansi ayat – ayat yang tertuang dalam kitab suci agama tidak pernah  tidak pernah mampu dipahami secara utuh oleh penganut agama, manusia sebagai penganut agama hanya mampu melahirkan tafsiran terhadap ayat – ayat tersebut, dalam melakukan tafsiran , manusia dipengaruhi oleh kemampuan rasionya, jadi pada dasaranya penganut agama hanya mengikuti tuntunan rasio yang lahir dalam bentuk tafsiran terhadap ayat – ayat keagamaan, sementara di sisi lain rasio merupakan sumber dari kreasi budaya, dengan rasio manusia mampu mencetusakan segala hal yang bisa membuat hidupnya lebih senang.
            
Model pemetaan antara budaya dan agama sebagaimana yang tersaji di atas tidak harus menjadikan kita terjebak secara ekstrim diantara salah satu pandangan tersebut, bagaimanapun pandangan tersebut hanya merupakan analisa dengan segala macam kekurangannya, tentu tidak bersifat mutlak, sangat mungkin ada intisari positif yang mampu diserap dari ke tiganya, di luar dari masalah itu, hal yang penting diperhatikan adalah memahami relasi antara agama dan budaya tidak boleh bersifat hitam putih, agama yang diyakini sebagai penuntun jalan keselamata harus mampu memahami budaya secara utuh, pada posisi ini dibutuhkan kejelian dan kecerdasan sikap dalam memperlakukan budaya, sejarah telah banyak mencatat agama sering tertolak karena para penganjurnya seringkali naif dalam membangun sikap terhadap budaya masyarakat setempat, budaya pada dasarnya mampu dijadikan basis untuk mengokohkan agama, dalam kehidupan  masyarakat, budaya merupakan salah satu aspek yang perlu dkuatkan demi memperbaiki pola hidup masyarakat, budaya merupakan salah satu penanda identitas dalam sebuah bangsa, dalam banyak kasus budaya telah terlebih dahulu hadir dibandingkan sebuah agama sehingga agama tidak mungkin bisa menghindarkan diri dari komunikasi terhadap budaya, hasil dari interaksi antara agama dan budaya sangat dipengaruhi oleh kecerdasan komunikasi yang terbangun di antara ke duanya.

Penulis: Zaenal Abidin Riam

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT