BREAKING

Selasa, 09 Juni 2015

Permainan Ideologi Dibalik Film


Hari gini, nda doyan nonton film, ketinggalan jaman kallee. Ungkapan singkat tersebut mungkin kelihatan bercanda, akan tetapi ungkapan tersebut mampu mewakili potret manusia modern yang gila akan hiburan, film merupakan salah satu jenis hiburan menggiurkan bagi manusia masa kini, tidak percaya, lihat saja, setiap kali ada film terbaru yang dirilis, bisa dipastikan tiket akan langsung habis terjual, bahkan film lama pun seringkali masih tetap disenangi, kegemaran terhadap film menyentuh semua kalangan, dari anak TK hingga orang tua, anak muda – mudi tak perlu dibilang, kurang percaya, geledah saja laptop mereka, anda hampir tidak pernah tidak menemui sebuah folder bertuliskan film. Bagi sebagian besar penikmat film, film dilihat sekadar sebuah hiburan belaka, namun sebenaranya film tidak layak dipandang se-sederhana itu, justru film merupakan jenis hiburan yang begitu kompleks, ada banyak kepentingan terselip di dalamnya, salah satunya adalah kepentingan ideologi.

Dalam film, ideologi tidak sepenuhnya nampak secara kasar, ia membayang dibalik layar, karena kemasannya halus, sehingga sang aktor pun terkadang tak merasa sedang memainkan peran ideologi tertentu, bila mereka sadar belum tentu juga mereka menolak peran itu, ini demi profesionalisme, ungkapan tersebut paling sering muncul dari mulut para aktor, tidak jarang pula film dimanfaatkan oleh kepentingan intelijen, namun pada dasarnya kepentingan intelijen juga bermuara pada kepentingan ideologi, sederhana untuk menganalisanya, coba saja anda amati beberapa film Hollywood, sebagian besar pasti menampilkan AS sebagai dewa penyelamat bagi bangsa lain, nuansa ini terlihat jelas pada film bertema peperangan, penonton digiring untuk  meyakini bahwa semua perlakuan negeri paman sam benar walau harus menginvasi bangsa lain, demi mendukung tesis tersebut maka, kebejatan bangsa lain ditonjolkan lalu AS datang sebagai dewa penyelamat, sebuah kesadaran yang sungguh naïf.

Tak diragukan lagi, ideologi yang berupaya diusung dalam sebagian besar film produksi Hollywood adalah kapitalisme neoliberal dengan demokrasi liberal sebagai instrumennya, guna menunjang kerja propaganda ideologi, kenyataan yang merugikan kapitalisme neoliberal akan diputar balik, lihat saja film Hollywood tentang perang Vietnam, baik dalam versi Rambo maupun dalam versi lain, dalam film tersebut, pasukan AS dikisahkan menuai kemenangan, lebih konyol lagi kemenangan yang diprakarsai oleh Rambo seorang diri, tampilan layar lebar memberi kesan bahwa tentra Ho chi min yang berhaluan sosialisme komunis mampu dikalahkan, akan tetapi semua itu tak lebih dari sebuah kebohongan, kebohongan tersebut mendapat pembenaran lewat propaganda, sebab dalam kenyataannya AS mengalami kekalahan telak di perang Vietnam, pasukan Ho chi min berhasil mempermalukan mereka, atau lihat film yang mengisahkan kesuksesan mereka menyerang Iraq demi menumbangkan sang diktator Saddam husein, tapi dalam realitasnya invasi tersebut lebih didasari oleh hasrat menjarah ladang minyak Iraq.
            
Film memang merupakan salah satu alternatif hiburan, namun pemirsa harus cerdas menganalisa pesan yang ingin disampaikan, sangat beralasan bila film dipilih sebagai salah satu alat propaganda ideologi, film memiliki penikmat yang sangat banyak, tak jarang orang terhipnotis saat menonton film, apalagi bila adegan filmnya woow gitu, dalam kondisi seperti ini, tidak ada lagi filterisasi terhadap pesan yang muncul dalam film, semua diterima begitu saja, kita tentu tidak boleh menafikan film tertentu yang tetap berusaha menampilkan kebenaran sebaagaimana yang seharusnya, tetapi film seperti ini persentasinya kecil, berbagai prilaku amoral yang dicontohkan dalam beberapa adegan film pada dasarnya juga memiliki relevansi dengan kepentingan ideologi tertentu, yang lebih menyedihkan karena banyak film nasional yang justru menjadikan film tersebut sebagai prototip, seolah film dianggap tidak bergensi bila tak menampilkan adegan amoral, bahkan mengarah pada asusila, bagi anak remaja, adegan seperti ini merka jadikan sebagai ikon berbuat, tentu hasilnya sangat negatif, jangan sampai sebagian besar film hanya menjadi inspirasi cabul bagi generasi muda kita, yah semoga tidak walaupun pesemisme tetap membayangi.

Penulis: Zaenal Abidin Riam

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT