BREAKING

Selasa, 09 Juni 2015

Turats dan Keotentikan


Jika mengamati peta konstalasi global maka, diakui atau tidak, situasi global masa kini cenderung tidak berpihak kepada dunia muslim, kendali peradaban berada di tangan bangsa eropa, walaupun kondisi terkini memperlihatkan indikasi munculnya kekuatan baru di luar wajah eropa, akan tetapi masih terlalu dini menarik kesimpulan bahwa pendulum peradaban telah bergeser, barat modern tetap kelompok superior terlepas dari kekurangan yang akhir – akhir ini menderanya. Apabila kita melakukan refleksi mundur maka, dapat dijumpai relasi kontradiktif sekaligus penuh intrik antara dunia islam dan dunia barat, usaha saling serang demi menancapkan superioritas merupakan pemandangan yang lazim terjadi, abad klasik sampai abad pertengahan dapat dikatakan sebagai momennya islam, mereka relatif mampu mendikte dunia barat secara politik dan kultur, namun memasuki abad modern, situasi berubah drastis, abad modern adalah abadnya dunia barat, dalam  masa ini, dunia islam menjadi lahan empuk bagi proses imperialisme barat, dunia islam hampir terdikte pada semua aspek kehidupan, inilah masa dimana islam sebagai sebuah entitas tak mampu membahasakan dirinya sendiri, mereka dianggap tidak layak berbicara bahkan untuk diri sendiri, jadilah dunia islam didefinisikan oleh dunia barat. 

Gelombang kebangkitan  islam (islamic awakening) yang belakangan bergemuruh kencang merupakan sebuah usaha penegasan turats (budaya), sebuah keyakinan yang menandaskan bahwadunia islam memiliki turats otentik yang berasal dari internal dunia islam sendiri, ia bukan bentukan luar, bagi penganut islam yang meyakini turats sebagai jalan pembebasan maka, seruan untuk kembali (menghidupkan) ke turats islam merupakan sebuah keharusan tak tertawar, kelompok ini berpandangan bahwa imitasi budaya barat modern ke dunia islam  dalam segala bentuknya dianggap sebagai biang keladi ketidakmampuan islam untuk keluar dari bayang – bayang barat modern, pada konteks ini, kita mampu memahami alasan   penganut turats islam untuk tidak sepakat dengan liberalisme islam yang menjadikan tradisi barat modern tertentu sebagai senjata guna menghantam balik dunia barat. Inti perdebatan turats adalah persoalan keotentikan dan bagaiman membuktikan serta menggunakannya.
           
Demi menjawab persoalan utama di atas maka, paling tidak ada dua pendekatan yang bisa digunakan, hermeneutika gadamerian dan fenomenologi religius, hermeneutika gadamerian bertindak untuk membedah ada tidaknya tradisi yang lahir dari dunia islam yang bukan merupakan bentukan atau bahkan tanpa sentuhan luar (luar area peradaban islam), adapun fenomenologi religius lebih difokuskan untuk menganalisis kesadaran otentik kaum muslim, apakah mereka memiliki kesadaran otentik atau tidak? Kesadaran otentik hanya akan terbangun di atas budaya otentik, model analisis dengan menggunakan dua pisu analisa tersebut mengharuskan kita untuk membongkar fragmen sejarah islam masa lalu, yang dianalisis adalah gerak sejarah dunia islam, apa saja yang dilahirkan di dalamnya berikut latar belakang dan proses perkembanagannya.
            
Minimal ada dua kecenderungan berbeda sebagai hasil dari analisis turats dengan menggunakan dua pendekatan tersebut, kelompok pertama meyakini bahwa islam memiliki turats murni dan darinya dibangun kesadaran murni (bukan kesadaran bentukan), adapun kelompok ke dua sampai pada kesimpulan bahwa islam tidak memiliki turats otentik terkait tata kelolah komunitas dalam skala makro, kenyataannya (menurut kelompok ini) semua aspek kehidupan dunia islam mengalami persentuhan dengan dunia luar, disini terjadi proses mewarnai dan diwarnai, sehingga menurut mereka, islam tidak perlu antipati dengan perangkat tradisi barat modern, bahkan harus terbuka, kecenderunagn pertama diwakili oleh penganut turats islam, khususnya bagi mereka yang menjalankan agenda kebangkitan islam dengan cara keras atau agak moderat, salah asatu tokohnya adalah Sayyid Qutub, sedangakan kelompok ke dua diwakili oleh kelompok liberal islam, mereka sedikit banyak terpengaruh oleh gagasan liberalisme barat modern, salah satu tokohnya adalah Naquib Ahmad.

Usaha untuk mengenali turats islam dan menjadikannya alat perjuanagn merupakan usaha yang akan terus berlangsung (minimal untuk beberapa dekade ke depan), dipungkiri atau tidak, kecenderungan menghidupkan turats islam, menjadikan generasi salaf sebagai contoh masyarakat ideal dalam islam, masyarakat ideal tersebut yang perlu dilahirkan kembali di abad modern ini, bukan berarti kecenderungan ini tidak mengundang konsekuensi negatif, dalam situasi tertentu, kecenderungan ini akan mengabaikan kesadaran terhadap hidup kekinian , mereka akan terlampau sibuk menarik masa lalu ke masa sekarang bahkan  terkesan memaksakan terwujud di masa depan, sebenarnya, di tengah pertarungan ke dua kutub ekstrim ini terdapat golongan yang cenderung mengedepankan aspek pragmatisme, mereka tetap mengakui hadirnya tradisi islam otentik namun mereka tetap terbuka mengadopsi secara kritis tradisi barat modern yang mampu mendatangkan manfatat (pragmatis) bagi umat, kelompok ini semestinya mampu melakukan tindakan lebih riil di tengah umat dalam rangka mewujudkanproyek masa depan umat.

Penulis: Zaenal Abidin Riam


About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT