BREAKING

Jumat, 06 November 2015

Instanisme Masyarakat Modern


Dalam masyarakat modern, pola hidup serba instan, telah menjadi gaya hidup, masyarakat modern dicirikan dengan “serba cepat”, segala sesuatu harus diproses secara cepat, proses yang lama tak mendapat tempat di era modernitas, kecenderungan instan terlihat jelas dalam kebiasaan masyarakat masa kini, kecenderungan ini menerobos hingga ke ruang paling privat manusia, termasuk rutinitas keseharian di dalamnya, di sisi lain, kebiasaan instan semakin mengakar dalam masyarakat modern, dikarenakan media dan pasar berkolaborasi mendorong pola hidup serba instan, di media misalnya, kita akan sangat mudah menjumpai iklan produk makanan yang serba instan, tak butuh proses lama, manusia tak perlu bersusah payah memasak, cukup beli di restoran cepat saji, makanan model ini dianggap jauh lebih baik, masih banyak lagi model iklan yang mendorong kepada pola hidup serba instan, tak mau kalah dengan media, pasar juga sibuk meluncurkan produk yang mengkondisikan hidup manusia menjadi semakin instan.
            
Lahirnya kecenderungan instan, sebenarnya merupakan respon terhadap dunia modernitas yang dituntut serba cepat, namun demikian, masyarakat modern harusnya mampu membedakan antara cepat dan instan, instan sudah pasti cepat, namun cepat tak harus instan, instan seringkali tak menghargai proses, sedangkan cepat tetap menghargai proses, instan hanya berorientasi pada selesainya pekerjaan itu, sedangkan cepat tak hanya berorientasi pada durasi pekerjaan, namun juga kualitas dari pekerjaan tersebut. Masalah kemudian terjadi, karena masyarakat modern tak mampu membedakan dengan baik antara instan dan cepat, lebih tidak bagus lagi, karena muncul anggapan bahwa cepat juga harus instan, anggapan ini lalu diterjemahkan ke dalam pola hidup keseharian.
            
Pada dasarnya fenomena instanisme justru merugikan masyarakat modern, khususnya pada aspek pengabaian terhadap kualitas, dalam masyarakat yang pola hidupnya semakin instan, maka bisa dipastikan pencapaian masyarakat tersebut akan semakin menurun, hal ini disebabkan karena secara hakiki, gejala serba instan tak mengacu pada kemajuan, malah secara tersembunyi, lebih dekat pada kemunduran, kemajuan hanya bisa dicapai bila kualitas menjadi sasaran utama, kualitas hanya bisa terbangun dari proses matang, sedangkan proses dan kualitas tak menjadi prioritas utama dari gaya serba instan, di samping itu, gejala serba instan, juga berpotensi menyuburkan penyimpangan dalam masyarakat, aturan seringkali dikorbankan bagi mereka yang menganut pola serba instan, bahkan aturan hukumpun tak ragu – ragu dilanggar, dilanggara dengan cara instan pula.
            
Jika dikaitkan dengan pola pikir modernisme, fenomena instanisme justru bertentangan dengan pikiran modernisme, modernisme sangat mengedepankan aspek rasionalisme, manusia dituntut untuk mengedepankan pola pikir yang masuk akal, pola pikir ini menjadi peta bagi pola hidup keseharian manusia, sedangkan instanisme cenderung mengedepankan aspek irasional, contoh sederhana, propaganda bahwa makanan cepat saji lebih baik bagi manusia, merupakan sesuatu hal irasional, faktanya makanan jenis ini, justru mendatangkan banyak masalah bagi kesehatan manusia, yang lebih parah adalah, tatkala fakta – fakta irasional tadi, disulap seolah – olah rasional, di sini argumentasi yang seolah rasional sering dipakai guna membenarkan yang irasional tadi.
            
Manusia modern seharusnya mampu membebaskan diri dari jebakan instanisme, instanisme pola pikir dan pola hidup, instanisme tidak akan membuat hidup manusia lebih baik, bahkan sebaliknya, menyebabkan hidup manusia semakin jauh dari standar baik, memang tak mudah keluar dari perangkap instanisme, khususnya saat instanisme telah menjadi zona nyaman bagi manusia modern, terlebih ketika media dan pasar sebagai kekuatan raksasa di abada ini, turut mengkondisikan fenomena instanisme, namun perlu diingat pula, keluar dari zona nyaman instanisme bukan sesuau yang mustahil, syaratnya adalah menjadikan kesadaran penghargaan terhadap proses dan kualitas sebagai kesadaran tertinggi dalam diri kita, tentu kita mampu melakukannnya, sangat bisa.

Penulis: Zaenal Abidin Riam

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

2 komentar:

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT