BREAKING

Minggu, 04 September 2016

Sepenggal Cerita di Ujung Sore

Makami, begitu orang menyebut nama lorong di salah satu wilayah anripua itu, lorong ini dihuni mayoritas keluarga pas-pasan, hidup mereka lebih banyak menggantungkan diri pada kerja serabutan. Walau begitu, orang-orangnya terlihat menikmati hidupnya, mungkin karena terlalu lama hidup pas-pasan, jadinya mereka terbiasa hidup seperti ini, yah memang tetap saja ada satu dua orang yang sering mempertanyakan kehidupan di lorong itu.
Sore itu cuaca sedang cerah, seperti biasa, penduduk lorong menghabiskan sore di depan kios-kios kumuh, sambil menikmati kopi ala kadarnya, penggalan cerita pun menemani aktifitas santai mereka.
Bersyukurla kita karena masih bisa bernafas, kata baso membuka cerita.
Iyaa pak ustas, kita selalu bersyukur, timpal deda.
Ah baso ini selalu saja mengajak kita bersyukur, padahal hidup kita selalu susah, bantah emi
Kalian ini seperti tidak tahu saja baso, dia kan ustaz, jadi bicaranya selalu begitu, ucap akra
Di kalangan warga lorong makami, baso memang dijuluki ustas, maklum azan di masjid lorong selalu dikumandangkan olehnya, sebenarnya baso agak risih dengan sebutan ustas, dia merasa ilmu agamanya sedikit, bahkan terlau sedikit.
Eh, pernah tidak kalian bertanya kenapa kita miskin, kata kima.
Semunya terdiam, seolah tak tertarik menanggapi pernyataan kima
Memang mereka terlalu sering membicarakan topik kemiskinan, ujungnya pun hampir tak ada.
Pembicaraan mereka selalu saja mengambang, dan sepertinya itu pula yang akan terjadi sore ini.
Halo boss, ada yang dengar suaraku, pancing kima.
Topiknya membosankan pak kima, ganti topik deh.
Lalu apa yang lebih seksi selain perbincangan tentang kemiskinan, lingkungan kita ini, tempat hidup kita mas bro.
Ya..ya..ya..miko yang dari tadi hanya menjadi pendengar mulai bersuara.
Lalu apa dong jawabannya, kima terus mendesak. Seisi lorong memang sudah tau kalu kima tak pernah bosan berbicara kemiskinan, kima bukanlah orang terpelajar, jenjang sekolahnya hanya sampai SD, tak jauh beda dengan orang-orang di lorong itu, hanya saja kima selalu tertarik pada perbincangan sosial, dan kemiskian adalah topik yang paling disukainya, tak ada yang tau kenapa, keluarga dan teman-temannya juga tidak pernah tertarik untuk tahu.
Menurutku kita miskin karena kurang rajin bekerja, ucap fedi yang baru saja datang.
Kurang kerja? Iya kah? Kalian tidak pernah pikir, kita bekerja dari pagi sampai malam, habis subuh kita sudah langsung tancap gas untuk kerja, bahkan kita lebih gila kerja dari orang berduit, tapi hidup kita tetap begini, tetap miskin, kima menjelaskan penuh semangat.
Lalu menurutmu apa penyebabnya, fedi balik bertanya.
Emmm entahlah, pikiranku tak cukup pandai menjawab pertanyaan ini.
Jadi kamu mengajak kita berpusing ria,
Yah mungkin, anggap saja ini cemilan pengiring kopi.
Hemmm…deda berdehem tiga kali, iyaaaa pak ustas waktu sholat sdh tiba, mereka serempah berkata sambil senyum, semua paham kode itu, kode sholat dari deda.
Meraka pun bubar satu per satu, pulang membawa oleh-oleh kebingungan dari pertanyaan kima.
Tapi sebagian besar tak peduli dengan pertanyaan itu, mereka bosan.
Entah esok-esok masih ada yang mau menaggapi pertanyaan itu.  

#Zaenal Abidin Riam"

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT