BREAKING

Kamis, 19 Juli 2018

Menagih Janji “Siap Kalah Siap Menang”



Pilkada serentak 2018 baru saja digelar, setelah Komisi Pemilihan Umum di daerah setempat mengumumkan hasil akhir rekapitulasi perhitungan suara, maka sudah jelas mana pihak yang menang dan mana pihak yang kalah. Dalam sebuah kontestasi politik urusan menang dan kalah tentu hal lumrah, yang terpenting kemenangan tersebut ditempuh dengan cara yang benar dan kekalahan dialami dengan cara yang terhormat.

Setelah hiruk-pikuk Pilkada berakhir, maka kini tiba waktunya menagih janji bahwa mereka siap kalah dan siap menang, sebuah janji yang selalu digemborkan di masa kampanye. Apakah siap kalah harus selalu diartikan dengan larangan mengajukan gugatan ke MK terkait hasi Pilkada? Apakah pihak yang menggugat ke MK harus selalu dipahami sebagai pihak yang tidak siap kalah dalam Pilkada? tentu tidak, pandangan tersebut tidak objektif dan terlalu simplistis. Gugatan ke MK sepanjang didasari oleh bukti yang kuat merupakan bagian dari proses demokrasi.

Lalu istilah siap kalah harus dimaknai seperti apa? akan lebih tepat bila istilah siap kalah dipahami sebagai sebuah sikap menerima kekalahan setelah semua daya dikerahkan, termasuk daya dan usaha terakhir yakni gugatan ke MK, setelahnya pihak ini melibatkan diri secara aktif dalam pembangunan daerah dalam peran dan bidang yang berbeda, itulah yang dimaksud dengan siap kalah.

Selanjutnya istilah siap menang, bagaimana baiknya kita memahaminya? Apakah siap menang hanya diartikan dengan keseriusan memenuhi janji kampanye? tidak, itu belum cukup, lebih dari itu siap menang perlu diartikan sebagai kemampuan untuk menggandeng bekas kompetitor di Pilkada agar bersama bahu-membahu membangun daerah, bukan justru memotong semua aksesnya, langkah terakhir inilah yang paling sulit, bagi pemenang Pilkada yang mampu melakukannya berarti mereka sungguh siap menang.

Siap kalah dan siap menang akan diuji oleh waktu, masyarakat akan menilai, pepatah lama mengatakan politik adalah “permainan” yang paling bisa bermainlah yang akan menang, karena ini permainan maka seharusnya tidak perlu ada pihak yang baper, memendam dendam, karena sebagaimana sepak bola, para pemain tak jarang berseteru dengan panas dalam permainan, namun mereka selalu berjabat tangan dan berangkulan saat permainan selesai.

Penulis: Zaenal Abidin Riam

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

1 komentar:

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT