Episode kelabu kembali melanda
Palestina, boleh jadi ini merupakan rangkaian peristiwa paling kelabu yang
pernah dialami Palestina, paling tidak untuk sejauh ini. Untuk pertama kalinya
dalam sejarah, Amerika Serikat sebagai penyokong utama Israel, mengeluarkan
pernyataan resmi mengakui Yarussalem sebagai ibukota Israel, pengakuan tersebut
membuat Zionis Israel semakin percaya diri, tak berselang berapa lama, Benyamin
Netanyahu langsung melakukan kunjungan ke beberapa Negara sekutu Amerika
Serikat, dengan tanpa rasa bersalah, Natanyahu meminta beberapa Negara yang
didatanginya agar mengambil langkah serupa dengan Amerika Serikat.
Pengakuan
Amerika Serikat melalui Donald Trump terhadap Yarussalem sebagai ibukota
Israel, merupakan tamparan keras bagi Negara yang penduduknya mayoritas Islam,
Palestina sejauh ini telah menjadi konsen perjuangan para pemimpin Negara
Islam, pengakuan sepihak Yarussalem sebagai ibukota Israel berarti bentuk
pengabaian terhadap usaha pemimpin Negara Islam mendorong dan mewujudkan
kemerdekaan Palestina, masalah tersebut tidak mungkin layak didiamkan, harus ada
langkah terukur dan pasti yang diambil, langkah yang menunjukkan bahwa
Negara-Negara Islam memiliki komitmen sangat serius terhadap Palestina.
Langkah
dukungan konkrit terhadap Palestina seharusnya dimulai dengan persatuan
diantara Negara Islam, sudah bukan hal rahasia lagi, diantara sesama Negara
Islam terkadang terjadi saling sengketa, sengketa ini bermula karena perbedaan
kepentingan nasional, akibatnya relasi antara Negara tertentu dalam dunia Islam
sering renggang, akibat lebih jauhnya saat mereka diperhadapkan dengan sebuah
masalah bersama maka timbul kegamangan, ini akibat belum rampungnya sisa
sengketa masa lalu atau yang sedang berlangsung. Pada bagian ini organisasi
gabungan Negara Islam, baik OKI atau yang lainnya, perlu berfungsi sebagai pencair
suasana, sebagai wadah untuk menemukan titik temu yang sebelumnya titik itu
belum terlacak, ini memang bukan sesuatu yang mudah, namun bila dialog terus
dibangun, maka titi temu pasti bisa dijumpai, yang repot bila ruang dialog
telah ditutup.
Secara
ideal, isu Palestina termasuk Yarussalem didalamnya, seyogyanya mampu menjadi
perekat diantara sesama Negara Islam, sebab bila kita ingin objektif
sesungguhnya semua Negara Islam punya tujuan yang sama Terhadap Palestina,
yakni pembebasan dan kemerdekaan Palestina secara utuh, tentang soal cara yang
terkadang berbeda maka hal itu bukan sesuatu yang substansial, yang pasti
secara tujuan semuanya sama, disini substansinya. Isu palestina seharusnya
ditempatkan sebagai kepentingan utama secara bersama, bila hal ini terjadi,
maka sengketa diantara Negara Islam tertentu bisa dikesampingkan, sambil terus
mencari format penyelesaiannya. Tidak ada sedikitpun keuntungan bila Negara
Islam kurang padu dalam menyikapi Palestina, pihak yang paling diuntungkan
justru adalah Zionis Israel.
Sudah
terlalu lama kekuatan Islam dikalahkan dalam masalah Palestina, baik melalui
cara legal berupa perundingan, atau dalam bentuk perang terbuka seperti yang
pernah dialami koalisi Negara Arab, atau melalui cara ilegal berupa perluasan
sistematis pemukiman ilegal orang-orang Zionis Israel. Kekalahan tersebut sudah
saatnya diakhiri, klaim pengakuan Yarussalem sebagai ibukota Israel seharusnya
menjadi batas kekalahan itu. Dunia Islam tidak boleh terbuai karena hingga kini
sekutu Amerika Serikat tidak mengambil langkah yang sama dengan turut mengakui
Yarussalem sebagai ibukota Israel, semua itu merupakan proses politik, dalam
politik tidak ada sesuatu yang pasti, yang malam ini terlihat mustahil bisa
saja besok pagi akan menjadi kenyataan.
Penulis: Zaenal Abidin Riam
Posting Komentar