BREAKING

Kamis, 05 April 2018

Nyanyian E-KTP Ala Setnov






Bola Panas Itu Bernama E-KTP

Kasus e-KTP menjadi perbincangan hangat belakangan ini, media mainsteam baik cetak dan elektronik memberikan tempat khusus bagi isu ini di media mereka. Kasus e-KTP mulai tercium pada September 2012, saat itu ditemukan sejumlah kejanggalan dalam pembahasan anggaran, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga mencium adanya kejanggalan dalam proses tender, dari sini kasus e-KTP kemudian terus berkembang, awalnya Komisi Pemberantasan Korupsi hanya mendakwa dua orang mantan pejabat Dirjen Dukcapil Kemendagri, mereka adalah Irman dan Sugiharto, Irman merupakan mantan Dirjen sedangkan Sugiharto adalah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri.

Keterangan Irman dan Sugiharto di persidangan ibarat bola salju, dalam perkembangan selanjutnya banyak nama besar yang turut terseret, ada yang berasal dari kalangan eksekutif dan adapula dari kalangan legislatif. Sebagaimana lazimnya nama-nama yang disebut pasti melakukan penolakan, mengeluarkan berbagai macam dalih bahwa dirinya tidak terlibat, ragam argumentasi dibangun guna membenarkan bahwa dirinya bersih dari kasus e-KTP, pada dasarnya penolakan dan argumentasi tersebut sah saja sepanjang belum ada status hukum terhadap nama-nama tersebut, pada nantinya hukum juga yang akan menguji kebenaran argumentasi mereka, benarkah tidak terlibat atau justru sebaliknya.

Penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP, menandai babak baru dalam kasus ini, mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI ini merupakan orang besar pertama yang dijerat oleh komisi anti rasuah, walaupun sempat lolos dalam penetapan tersangka yang pertama, namun KPK kembali menetapkan Novanto sebagai tersangka untuk kedua kalinya. Aroma intervensi terhadap KPK dalam kasus penetapan Novanto sebagai tersangka sangat terasa, ada kekuatan besar yang berupaya bermain untuk mengamankan Novanto agar tidak menjadi tersangka, di bagian ini akan muncul pertanyaan besar dari publik, ada apa gerangan? Mungkinkah Novanto merupakan pintu masuk untuk menyeret nama besar lainnya dalam kasus e-KTP? Proses persidangan yang akan menjawabnya.

Jangan Mau Terjerat Sendiri     

Setya Novanto sepertinya sadar betul, bahwa menjadikan dirinya sebagai korban tunggal, sama sekali bukan pemikiran cerdas. Sebagai seorang yang telah berstatus tersangka dengan bukti yang kuat, Setya Novanto pasti paham betul siapa saja yang terlibat dalam kasus ini, siapa saja yang dengan sadar dan sengaja mengais untung dari kasus ini, nama- nama tersebut harus dipublikasikan secara terang oleh Novanto, Setnov tidak perlu lagi berhitung untung rugi, toh dirinya sudah terlanjur basah, sudah terlanjur menjadi pesakitan dalam tahanan KPK, justru yang perlu dipikirkan oleh Novanto adalah nasib rakyat Indonesia, betapa banyak rakyat yang dirugikan dalam kasus ini, tidak sedikit masyarakat yang e-KTP nya belum keluar hingga hari ini, padahal mereka telah berbulan-bulan mengurusnya, masyarakat awam sudah terlanjur menganggap mega korupsi e-KTP merupakan penyebab molornya mereka mendapatkan e-KTP. Di sisi lain Setya Novanto juga perlu menyadari bahwa negara mengalami kerugian yang sangat besar dalam kasus ini, uang negara dirampok secara beramai-ramai.

Pernyataan Setya Novanto beberapa waktu lalu, bahwa dirinya akan membuat daftar nama-nama yang terlibat dalam kasus e-KTP perlu diapresiasi, pernyatan tersebut kemudian dibuktikan oleh yang bersangkutan dalam sidang kasus e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Kamis 23 Maret 2018. Apa yang dilakukan oleh Setya Novanto merupakan sebuah langkah maju, itu artinya politisi Partai Golongan Karya ini sudah mulai bernyanyi, dalam keterangannya Novanto menyebut ada sepuluh nama selain dirinya yang terlibat dalam kasus e-KTP, yang istimewa karena dua petinggi dalam kabinet Presiden Joko Widodo turut disebut Novanto, Yakni Puan Maharani dan Pramono Anung, Pramono sendiri langsung mengeluarkan reaksi keras atas penyebutan namanya oleh mantan Ketua Fraksi Partai Golkar itu, Pramono balik menuding Novanto yang menurutnya berbicara tanpa bukti, pada hakikatnya reaksi Pramono terbilang biasa saja, semua orang pasti akan menolak namanya disebut dalam kasus yang sedang heboh ini, namun sekali lagi hukum yang akan membuktikannya.

Jika diamati dengan seksama, pengakuan Setya Novanto masih terbilang belum benar-benar serius, terbukti di pengadilan Tipikor kemarin Novanto masih berupaya mengelak seolah dirinya tidak menerima uang dalam kasus e-KTP. Pernyataan Novanto ini merupakan langkah mundur, dirinya hampir tidak punya celah untuk bebas dalam kasus ini, bukti yang dimiliki KPK yang mengarah kepada Novanto sangat kuat, Novanto yang awalnya sudah bergerak maju dengan komitmennya untuk menyebut nama-nama yang terlibat e-KTP, justru kembali bergerak mundur dengan menampik dirinya menerima sejumlah uang dalam perkara e-KTP, jadi nyanyian Setya Novanto adalah nyanyian maju mundur, iramanya terkadang keras tapi bisa pula sewaktu-waktu lambat, semoga saaj ke depannya irama nyanyian Novanto kencang lagi.

Pertaruhan Wibawa KPK

Terlepas dari kuat tidaknya pernyataan Setya Novanto terkait sepuluh nama yang ia sebutkan, Komisi Pemberantasan Korupsi tetap perlu menindaklanjuti nama-nama tersebut, terserah apakah semua nama yang disebut Novanto nantinya terbukti atau hanya sebagian saja, biarlah proses hukum yang akan menentukan. Kesepuluh nama tersebut sudah pasti merasa terbebani dengan pernyataan Novanto, beban itu hanya bisa dihilangkan dengan pembuktian hukum. Adalah tidak tepat bagi KPK bila hanya karena merasa keterangan tersebut tidak kuat sehingga diabaikan begitu saja, hal itu sama saja mengabaikan energi KPK yang sudah banyak terbuang untuk kasus ini.

Bagaimanapun mega korupsi e-KTP merupakan pertaruhan wibawa bagi KPK, bila KPK mampu menuntaskan kasus ini, maka kepercayaan publik terhadap KPK akan kembali menguat, namun bila tidak, maka kepercayaan publik akan semakin tergerus. Sudah menjadi rahasia umum bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap KPK di masa Abraham Samad berbeda dengan di masa sekarang di bawah komando Agus Rahardjo, penyebabnya sederhana, KPK di bawah kepemimpinan Agus Rahardjo dianggap kurang memiliki taring dalam menumpas kasus korupsi berskala besar di Indonesia, ini memang hanya merupakan perasaan publik saja, tetapi tidak tepat bila diabaikan begitu saja, KPK harus ingat bahwa dalam sejarahnya masyarakat beberapa kali berdiri paling depan dari ancaman pelemahan terhadap KPK, KPK tidak akan mungkin kuat tanpa kuatnya dukungan masyarakat, jadi tunjukkan kembali taringmu KPK, karena kekuatan taringmu menentukan wibawamu.

Penulis: Zaenal Abidin Riam

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT