Momen menuju Idul Fitri tinggal menghitung hari, hal itu
berarti puasa yang selama ini dilaksanakan umat Islam sebentar lagi akan
berakhir. Dalam Islam perjalanan menuju Idul Fitri adalah perjalanan menuju
kemenangan, kemenangan tersebut diraih setelah sebulan penuh bertarung
menundukkan hawa nafsu, musuh paling kuat dalam kehidupan manusia. Dalam
sejarah kehidupan Rasulullah Muhammad SAW seorang sahabat beliau pernah
bertanya, pertanyaan tersebut disampaikan sehabis perang badar, salah satu
perang paling dahsyat dalam sejarah perjuangan Islam yang berakhir dengan
kemenangan kaum Muslimin, Apakah masih ada perang yang lebih dahsyat dari
perang ini (perang badar)? Tanya sahabat, jawab Rasulullah, masih ada yaitu
perang melawan hawa nafsu.
Jawaban
Rasulullah sekaligus menegaskan kepada umat Islam bahwa hanya orang luar biasa,
yang sungguh kuat yang bisa memenangkan peperangan melawan nafsunya sendiri,
yang mampu menundukkan musuh yang ada dalam dirinya sendiri, dan Ramadhan
adalah momen pembuktian tersebut. Sebuah kemenangan tidak didapat begitu saja,
butuh perjuangan yang super keras, dalam konteks Ramadhan, menang melawan hawa
nafsu butuh usaha gigih, ada tahapan yang perlu dilalui, tahapan tersebut
adalah konsistensi dalam beribadah sejak awal Ramadhan hingga akhir, bahkan
secara ideal ibadah seorang hamba seharusnya semakin meningkat menjelang akhir
Ramadhan, di bagian ini kita perlu bertanya, sudahkah ibadah kita konsisten
selama Ramadhan ini? Apakah ibadah kita semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah hari Ramadhan? atau yang terjadi justru sebaliknya? bila
seperti itu maka jangan terlalu mudah merasa menang.
Untuk
menjawab apakah kita di pihak yang menang atau justru di pihak yang kalah dalam
Ramadhan, maka silakan periksa ibadah kita masing-masing, baik ibadah yang
khusus berhubungan langsung kepada Allah maupun yang berkaitan dengan sesama
manusia, periksa seberapa sering kita melakukan sholat sunat dalam sehari
selama Ramadhan, periksa seberapa jauh bacaan Al Quran kita selama ramadhan,
periksa seberapa sering kita meluangkan waktu untuk berzikir kepada Allah dalam
sehari puasa, periksa seberapa sering kita mengeluarkan perkataan yang
menentraman kepada sesama manusia selama Ramadhan, periksa seberapa sering kita
bersedekah selama Ramadhan, atau seberapa sering kita membantu sesama manusia
selama berpuasa. Ayo periksa, karena hasil dari pemeriksaan akan menyadarkan
masing-masing diri kita di pihak mana kita berada, di pihak yang menang atau
justru di pihak yang kalah.
Oleh
sebab itu, bila kita merasa ibadah kita masih biasa saja dalam Ramadhan ini,
atau justru menurun, maka sebaiknya tidak perlu mendengungkan kata kemenangan.
Bila kita lebih sibuk pada persiapan pakaian baru dibandingkan menyibukkan diri
itikaf di masjid selama sepuluh terakhir Ramadhan maka jangan berpikir kita
akan keluar dari Ramadhan dengan status pemenang, bila kita lebih banyak
menghabiskan waktu untuk tidur selama Ramadhan dibandingkan tadarus dan
mendirikan sholat lail maka kemenangan tidak berada di pihak kita. Lalu bila
semua itu yang terjadi pada diri kita selama Ramadhan lantas apa hak kita
mengklaim diri sebagai pemenang, pemenang itu adalah mereka yang merasa sangat
sedih menjelang Ramadhan berakhir sambil semakin mengencangkan ibadahnya, sedih
karena akan berpisah dengan bulan yang sangat mulia, bulan yang secara khusus
didoakan oleh Nabi Muhammad SAW, pemenang itu bukan mereka yang justru merasa
kegirangan menjelang Ramadhan berakhir karena merasa akan bebas lagi melakukan
aktivitas makan dan minum di siang hari sambil hanya sibuk mempersiapkan kostum
barunya, boleh jadi kita memang kalah tapi entah mengapa kita merayakan
kekalahan itu, tapi semoga saja tidak.
Penulis: Zaenal Abidin Riam
Posting Komentar