Negeri Jiran Malaysia beberapa waktu lalu melangsungkan
pemilihan umum, dan hasilnya sungguh di luar dugaan, Barisan Nasional sebagai
koalisi pemerintah dengan partai UMNO selaku pengendalinya, yang telah berkuasa
selama 60 tahun, terhitung sejak Malaysia merdeka, justru tumbang di tangan
oposisi Pakatan Harapan. Hasil ini sekaligus memutarbalikkan semua prediksi
lembaga survei di Malaysia yang dengan yakin memprediksi UMNO akan kembali
berjaya dalam pemilu ini.
Selain
dramatis, pemilu Malaysia juga memperlihatkan karakter asli dunia politik,
bahwa politik itu sangat cair, bahwa dalam politik tidak ada kawan dan lawan
abadi. Minimal ada dua peristiwa yang membuktikan hal tersebut. Pertama
Mahathir Mohamad berkoalisi dengan Anwar Ibrahim, padahal bila melihat ke
belakang hubungan keduanya seolah minyak dan air, Mahathir Mohamad merupakan
sosok yang pernah memenjarakan Anwar Ibrahim, perseteruan keduanya bahkan
melebar hingga ke pendukung masing-masing, tetapi dalam pemilu kali ini
Mahathir dan Anwar justru bekerjasama menumbangkan kekuasaan Najib Razak, dan
hal itu berhasil. Kedua Mahathir Mohamad yang dulunya merupakan pentolan UMNO
dalam pemilu kali ini justru melawan partai yang pernah dibesarkannya itu, ya
politik memang sungguh cair, selalu melahirkan hal yang luput dari prediksi
pelaku dan pakar politik.
Ada
yang menarik dalam barisan oposisi, bila dicermati kelompok oposisi Pakatan
Harapan terdiri dari elemen yang sangat beragam, baik secara variabel ideologi
maupun etnis, lalu mengapa mereka bisa bersatu? paling tidak ada dua
penyebabnya, yaitu lahirnya isu bersama yang mampu mempersatukan mereka dan
munculnya figur memimpin yang bisa diterima di semua kalangan oposisi. Tidak
diragukan lagi skandal 1MDB yang menyeret nama Najib Razak menjadi pemersatu di
kalangan oposisi, isu ini terus dieksploitasi untuk membangkitkan sentiment
anti Najib, malangnya Najib sendiri tidak mampu meredam isu ini. Di sisi lain
kesepakatan bersama antara Anwar dan Mahathir yang menyepakati Mahathir selaku
pemimpin oposisi bisa diterima semua kalangan, kesepakatan ini terbilang sangat
cerdas, sebab langsung mengatur pembagian kekuasaan di antara keduanya, jika
menang Mahathir akan menjadi perdana menteri namun satu hingga dua tahun setelahnya
Mahathir akan digantikan oleh Anwar Ibrahim, sebuah kesepakatn yang sungguh
akomodatif.
Kemenangan
Pakatan Harapan menjadi tsunami politik bagi Malaysia, arusnya meluluhlantakkan
kekuasaan yang telah bercokol lebih dari setengah abad, pasca pemilu tsunami
tersebut belum reda, kali ini arusnya menyasar Najib Razak, mantan perdana
menteri ini terancam hukuman berat dalam kasus 1MDB, buktinya Najib telah
dicekal bepergian ke luar negeri, rumahnya pun telah digeledah. Di bawah
kekusaan baru Pakatan Harapan, kekuatan Barisan Nasional terancam semakin
redup, catatannya bila Pakatan Harapan memenuhi janji kampanyenya, khusunya
terkait penuntasan kasus 1MDB dan evaluasi kebijakan ekonomi yang lebih
berkeadilan, namun bila tidak, maka tidak mustahil Pakatan Harapan akan
meradang di pemilu selanjutnya. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Mampukah
oposisi menumbangkan koalisi penguasa pada 2019? Kita lihat saja nanti.
Penulis: Zaenal Abidin Riam
Posting Komentar