Pilkada serentak 2018 baru saja digelar, setelah Komisi
Pemilihan Umum di daerah setempat mengumumkan hasil akhir rekapitulasi
perhitungan suara, maka sudah jelas mana pihak yang menang dan mana pihak yang
kalah. Dalam sebuah kontestasi politik urusan menang dan kalah tentu hal
lumrah, yang terpenting kemenangan tersebut ditempuh dengan cara yang benar dan
kekalahan dialami dengan cara yang terhormat.
Setelah
hiruk-pikuk Pilkada berakhir, maka kini tiba
waktunya menagih janji bahwa mereka siap kalah dan siap menang, sebuah janji
yang selalu digemborkan di masa kampanye. Apakah siap kalah harus selalu
diartikan dengan larangan mengajukan gugatan ke MK terkait hasi Pilkada? Apakah
pihak yang menggugat ke MK harus selalu dipahami sebagai pihak yang tidak siap
kalah dalam Pilkada? tentu tidak, pandangan tersebut tidak objektif dan terlalu
simplistis. Gugatan ke MK sepanjang didasari oleh bukti yang kuat merupakan
bagian dari proses demokrasi.
Lalu istilah siap kalah harus dimaknai seperti apa? akan
lebih tepat bila istilah siap kalah dipahami sebagai sebuah sikap menerima
kekalahan setelah semua daya dikerahkan, termasuk daya dan usaha terakhir yakni
gugatan ke MK, setelahnya pihak ini melibatkan diri secara aktif dalam
pembangunan daerah dalam peran dan bidang yang berbeda, itulah yang dimaksud
dengan siap kalah.
Selanjutnya istilah siap menang, bagaimana baiknya kita
memahaminya? Apakah siap menang hanya diartikan dengan keseriusan memenuhi janji
kampanye? tidak, itu belum cukup, lebih dari itu siap menang perlu diartikan
sebagai kemampuan untuk menggandeng bekas kompetitor di Pilkada agar bersama
bahu-membahu membangun daerah, bukan justru memotong semua aksesnya, langkah
terakhir inilah yang paling sulit, bagi pemenang Pilkada yang mampu
melakukannya berarti mereka sungguh siap menang.
Siap kalah dan siap menang akan diuji oleh waktu,
masyarakat akan menilai, pepatah lama mengatakan politik adalah “permainan”
yang paling bisa bermainlah yang akan menang, karena ini permainan maka
seharusnya tidak perlu ada pihak yang baper, memendam dendam, karena
sebagaimana sepak bola, para pemain tak jarang berseteru dengan panas dalam
permainan, namun mereka selalu berjabat tangan dan berangkulan saat permainan
selesai.
Penulis: Zaenal Abidin Riam
Very Informatif and Helpfully, thank you for sharing .. keep doing best ..
BalasHapusIDNPLAY
Bandar Ceme
DominoQQ
AGEN POKER TERPERCAYA