BREAKING

Jumat, 29 Maret 2013

Mahasiswa dan Partai Politik

Mahasiswa sebagai salah satu elemen masyarakat turut berkontribusi terhadap berbagai perubahan, dalam lanskap Indonesia kejatuhan rezim Soekarno dan Soeharto sangat dipengaruhi oleh gerakan mahasiswa sehingga wajar jika sampai hari ini mahasiswa masih setia melabeli diri sebagai agen perubahan. Label tersebut menjadi pijakan mahasiswa dalam merespon berbagai isu perubahan, perubahan sebagai cita ideal mahasiswa membutuhkan metode, sering terjadi perbedaan pandangan dalam mempersepsi metode paling tepat menuju perubahan, dalam konteks ini kita bisa memahami relasi antara mahasiswa dan partai politik. Apakah partai politik bisa digunakan sebagai salah satu media perubahan?, sebab hal paling fundamen yang perlu dipertahankan dalam gerakan mahasiswa adalah independensi, apakah independensi mampu dipertahankan dalam relasi dengan partai politik?.
            
Sebagai kaum kritis, mahasiswa termasuk kalangan yang berpandangan pesimistik terhadap partai politik. Pandangan tersebut tidak muncul begitu saja tetapi merupakan hasil refleksi atas kinerja partai politik yang dianggap mengecewakan, realitas parpol yang sarat dengan nuansa pragmatisme bukan merupakan lahan persemaian idealisme sehingga wajar jika orang idealis yang masuk ke dalam partai politik cenderung dipertanyakan idealismenya ketika ia telah berada dalam lingkaran parpol. Dalam kasus ini kita bisa berkaca terhadap beberapa mantan aktivis mahasiswa yang kemudian masuk kedalam pusaran parpol, maka secara otomatis akan muncul krisis kepercayaan dari aktivis gerakan mahasiswa terhadap dirinya. Menurut perspektif penulis, mahasiswa seharusnya menjaga jarak dari parpol mana pun semasa ia masih tercatat sebagai mahasiswa karena ia dipercaya sebagai golongan tengah yang tidak terkontaminasi oleh kepentingan apapun sehingga mampu mengomunikasikan kebutuhan masyarakat lapis bawah yang cenderung tertindas dengan masyarakat elit termasuk pemerintah dan pemilik modal yang sering bersifat represif terhadap grass root. Independensi merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar dalam ranah gerakan kemahasiswaan, jika ia ternodai sedikit saja oleh kepentingan tertentu, maka akan terbuka ruang bagi keberpihakan setengah hati terhadap masyarakat karena motif kepentingan yang melatarbelakanginya.
          
Ekspansi partai politik yang semakin massif sampai masuk ke lingkungan kampus telah menyebabkan timbulnya paradoks antara berbagai organ gerakan di kampus. Paradoks tersebut muncul disebabkan oganisasi kemahasiswaan yang memiliki afiliasi politik tersembunyi terhadap partai politik cenderung gagal menampilkan sifat independensi yang sesungguhnya,  mereka hanya bisa bersuara sepanjang isu tersebut tidak menyentuh kepentingan afiliasi politiknya, namun ketika isu tersebut dianggap mulai merugikan afiliasi politiknya, maka mereka akan bertindak sebagai penonton belaka. Disisi lain hal ini menjadi sebab ketidaksenangan sekaligus kerugian bagi organisasi mahasiswa yang masih konsisten mempertahankan independensi gerakan sebab dalam kondisi tersebut partai politik  memiliki kekuatan non struktural untuk mengintervensi organisasi mahasiswa yang memiliki afiliasi terselubung terhadap parpol bersangkutan sehingga heroisme mahasiswa sebagai pembela kaum lemah dan terpinggirkan menjadi terciderai.
            
Lalu bagaimana dengan kondisi saat mahasiswa tidak lagi aktif di kampus? Apakah mereka masih harus menjaga jarak dari partai politik? . Menyandang gelar  mantan mahasiswa tidak berarti ia tidak perlu lagi peduli terhadap gerakan perubahan hanya saja ia mesti memikirkan metode gerakan lain, hanya ada dua piihan yakni gerakan kultural dan gerakan struktural. Bagi penulis, setiap perubahan mesti memilki pijakan kultural yang kuat walaupun model gerakan ini membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk memperlihatkan bukti keberhasilannya, namun jika diolah denga matang,  maka  ia berpotensi merubah total tatanan masyarakat karena masyarakat yang tercerahkan akan bergerak sendiri menuju perubahan walaupun tanpa ada perintah. Pandangan semacam itu sama sekali tidak bermaksud  menutup rapat peluang ke arah gerakan struktural hanya saja ada syarat yang mesti dipenuhi, yakni mantan aktivis kampus seharusnya tidak usah berpikir untuk masuk ke dalam partai besar tetapi lebih baik berpikir mendirikan partai sendiri yang semua pengurusnya terdiri dari mantan aktivis kampus sehingga idealisme lebih terjaga dan lebih leluasa berjuang untuk rakyat dibandingkan berjuang untuk golongannya. Intinya bahwa mahasiswa yang masih aktif dalam gerakan kampus mesti menjaga diri dari parpol demi independensi gerakan,  namun ketika mereka telah selesai di kampus maka terbuka ruang untuk memilih antara melanjutkan gerakan kultur atau masuk kedalam struktur lewat jalur partai politik sepanjang idealisme tidak tergadaikan walaupun hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat susah.

Penulis: Zaenal Abidin Riam  

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT