BREAKING

Sabtu, 07 September 2013

Ketika Retorika Menunggangi Bahasa, Apa Jadinya???



            Bahasa merupakan salah satu unsur fundamental dalam kehidupan manusia, ia merupakan medium dalam menyampaikan gagasan,ide, maksud kepada individu lain saat proses komunikasi berlangsung. Patut diakui bahasa tidak mungkin dihilangkan dari kehidupan manusia sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk yang berbahasa, bahasa dalam konteks ini bukan hanya bersifat verbal namun juga bersifat non verbal. Jika dielaborasi lebih jauh maka persentuhan manusia dengan makhluk selain dirinya juga menggunakan bahasa sebagai medianya semisal dengan hewan dan tumbuhan, lebih dari itu, interaksi manusia dengan alam ghaib juga menggunakan bahasa sebagai perantara maksud walaupun bagian terakhir ini cenderung sukar diterima dalam ranah akademik.

            Sebagai sebuah media penyampai maksud maka, bahasa pada dasarnya bersifat normal tetapi kenormalan bahasa akan hilang tatkala subjek menggunakannya, ketidaknormalan (abnormalitas) bahasa tidak harus selalu dimaknai dalam konteks negatif, ia juga bisa positif, abnormalitas yang melanda bahasa sangat dipengaruhi oleh interest (kepentingan) yang melatarbelakangi pengguna bahasa, pada tataran ini retorika penting diketengahkan, retorika sebagai seni dalam berbahasa merupakan aspek yang memoles bahasa sehingga bahasa cenderung menarik, jika bahasa menarik maka publik akan lebih tertarik untuk menerima poin yang terkandung dalam sebuah ungkapan bahasa, setali dengan bahasa, retorika juga tidak harus selalu dipersepsi dalam kerangka negatif karena ia juga bisa bermakna positif, maksud baik yang disampaikan secara datar terkadang tidak bisa meyakinkan seseorang.
            Pada level tertentu relasi antara retorika dan bahasa sering berwajah negatif, hal ini terjadi saat retorika digunakan untuk memoles bahasa demi mengabsahkan klaim tertentu yang sebenarnya tidak tepat, disini akan lahir ilusi kenyataan, memoles bahasa lewat retorika juga terkadang ditempuh dengan metode substitusi (penggantian) terhadap kata atau istilah tertentu dalam sebuah bahasa, hal ini dilakukan demi mengibuli publik dari fakta sesungguhnya, contoh sederhana kata “penggusuran” diganti menjadi “penertiban” dengan motif agar semua orang mengaminkan tindakan keliru tersebut, dalam kasus kriminal kita melihat kehebatan para pelaku korupsi dalam memberikan sentuhan retoris terhadap bahasa yang ia gunakan saat terlibat dalam transaksi hitam, misalnya jenis standar suap menggunakan istilah “apel malang” untuk mengenali jumlah suap yang dimaksudkan, hal ini mereka lakukan demi mengelabuhi lembaga pengawas korupsi.
            Pusaran kekuasaan juga tidak luput dari permainan bahasa dengan retorika sebagai make up pilihan, telah sering kita mendengar lewat media cetak dan elektronik dimana pemerintah mengumumkan klaim peningkatan kesejahteraan yang dicapai dalam periode pemerintahannya, secara dasariah ini pun merupakan permainan retorika demi membangun citra sebagai pemimpin sukses, pernyataan tersebut layak dkritisi lebih jauh sebab klaim kesejahteraan hanya menggunakan standar ekonomi makro yang hanya bisa dirasakan secara riil oleh kelompok masyarakat elit negeri ini sehingga sebenarnya yang sejahtera hanya segelintir masyarakat elit sedangkan masyarakat lapis bawah yang jumlahnya jauh lebih besar tetap hidup”begitu begitu saja” .
            Relasi individu awam dalam kehidupan sehari – hari juga tak luput dari permainan retorika, retorika dalam konteks masyarakat awam seringkali digunakan untuk mengaburkan kebohongan tertentu, tidak usah terlalu jauh mengambil contoh, seorang mahasiswa saat berkomunikasi dengan orang tuannya terkadang memoles bahasa demi mendapatkan dana tambahan yang bentuk riil kegiatannya tidak ada atau sekadar menghindari pertanyaan tertentu saat pertanyaan tersebut menyudutkannya, kalau ingin lebih terbuka maka dalam titik tertentu masyarakat dengan tingkat pendidikan yang jauh lebih rendah lebih terjaga dari penyalahgunaan retorika wlaupun hal itu masih bisa diperdebatkan.
            Secara substansi retorika sebagai seni kebahasaan tidak harus dianggap sebagai biang keladi dalam mengaburkan fakta yang diungkapkan lewat bahasa, retorikapun mampu memberi andil positif dalam menyampaikan pesan kebenaran, yang dibutuhkan adalah kesadaran si subjek dalam mengelolah retorika secara proporsional, retorika tidak bisa dihilangkan dari dunia kebahasaan, retorikalah yang menjadikan bahasa muncul dalam beragam wajah sehingga manusia sebagai pengguna bahasa mampu menuangkan potensi seninya dalam bahasa.

Zaenal Abidin Riam
Penggerak Komunitas Pena Literasi/Kader HMI MPO UIN Alauddin     

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT