BREAKING

Minggu, 17 Mei 2015

Perkembangan filsafat atau daur ulang filsafat?

Oleh: ZaEnal Abidin RiAm 

            Filsafat sebagai cabang ilmu tertua telah mengalami perkembangan, ragam teori dari berbagai masa terus berhamburan, pada dasarnya, teori baru dalam filsafat, merupakan kritik terhadap teori sebelumnya, hal ini ini menunjukkan bahwa filsafat memang cukup dinamis, kondisi tersebut sesuai dengan karkter dasar filsafat, dalam artian aspek kritisnya, filsafat tidak pernah merasa puas diri, ia selalu aktif mempertanyakan, serta berupaya mengungkap realitas di sekitarnya, bagi seorang filsuf, atau paling tidak mereka yang menaruh perhatian besar pada filsafat, realitas tidak dilihat secara datar, pandangannya tidak terbatas pada permukaan realitas, mereka selalu berupaya melampauinya, masuk lebih dalam hingga ke akar realitas, berpikir filosofis mengharuskan kita menelaah masalah hingga ke akarnya, sebab disitulah sumber masalahnya, dengan mengetahui sumber masalah, maka pemecahan masalah juga akan tepat sasaran.
            Perkembangan filsafat harus disikapi secara kritis, tidak boleh diterima begitu saja, sikap kritis tersebut urgen dihadirkan dalam menilai pandangan baru dalam filsafat, apakah pandangan baru tersebut benar – benar baru? Maksudnya bahwa apakah pandangan tersebut benar – benar berbeda dari setumpuk teori sebelumnya? Jika ia murni berbeda dari teori sebelumnya, maka ia memang layak menyandang predikat baru, namun, jika ia hanya merupakan kemiripan dari teori sebelumnya, maka pandangan tersebut tidak bisa dikatakan baru, ia lebih layak diistilahkan sebagai pandangan lama yang dijelaskan dalam bahasa lain, bila mengacu pada teori, sebuah aliran filsafat dapat dikatakan berdiri sendiri, bila pandangan tersebut terbedakan secara mandiri dari sisi ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Pembedaan pada tiga aspek tersebut, tidak mutlak berlaku bagi aliran filsafat yang dinyatakan baru, terdapat pandangan tertentu dalam filsafat, yang memiliki ciri khas tersendiri dari sudut epistemologi, namun ciri khas tersebut tidak terlihat dari aspek ontologi dan aksiologi.


            Jika diamati secara mendalam, penasbihan kata baru pada aliran filsafat tertentu, lebih ditekankan apada aspek epistemologi, dengan kata lain, bila ia mandiri secara epistemologi, maka ia sudah layak disebut sebagai aliran filsafat baru,bila ini tolak ukurnya, maka label sebagai aliran filsafat baru tidak sepenuhnya tepat, akan lebih tepat bila dikatakan aliran baru filsafat dari sisi epistemologi, penyebutan ini terkesan lebih proporsional, objektif, dan berimbang, di sisi lain ini juga mempertegas sikap kritis kita terhadap perkembangan filsafat, bukan berarti dengan pendirian seperti ini, maka kita seolah tidak memberi ruang pada perkembangan filsafat, ini hanya merupakan usaha kritis demi memastikan bahwa aliran baru dalam dunia filsafat, memang baru secara utuh, bukan baru pada aspek tertentu saja, bila ia memang hanya baru pada aspek tertentu saja, maka penegasan kebaruan hanya layak dilakukan pada aspek tersebut.
            Demi menjaga sikap kritis terhadap filsafat, maka verifikasi mendalam juga harus dilakukan pada aliran filsafat yang dianggap baru dari sisi epistemologi, penegasan awalnya adalah, aliran filsafat yang datang belakangan, tidak bisa diputus total dari aliran yang datang sebelumnya, sebab filsafat memang merupakan dunia perdebatan pemikiran, debat pemikiran ini yang kemudian melahirkan khazanah filsafat baru, dinamika ini juga terjadi dari sudut epistemologi, untuk menjawab status kebaruan yang terlanjur dilekatkan pada aliran filsafat dari sisi epistemologi, maka perlu dilakukan penelaahan mendalam, kita tidak bisa menjawab begitu saja, sebab jawaban yang begitu saja juga merupakan jawaban yang tidak kritis, tentu hal ini memakan waktu dan tenaga, penelitaian ini menjadi urgen sebab beberapa aliran filsafat tertentu, yang muncul belakangan, akar pemikirinya dapat dilacak pada aliran filsafat yang datang ratusan bahkan ribuan tahun sebelumnya, yang perlu ditekankan disini ialah, apakah akar pemikiran tersebut memang melahirkan bentuk pemikiran baru? Atau ia sekadar ditafsirkan dalam realitas yang berbeda? Bila ia hanya bentuk tafsiran, maka ia bukan baru dalam artian sesungguhnya, namun ia hanya merupakan hasil daur ulang pandanagan, kita butuh berjemur lama di pantai filsafat untuk menjawab pertanyaan ini.


About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT