BREAKING

Sabtu, 19 November 2016

Rezim dan Pencitraan

Istilah pencitraan ramai dikenal dalam kamus kekuasaan modern, pencitraan dianggap sebagai hal takterhindarkan dalam menjalankan kekuasaan, pencitraaan dibutuhkan dalam memapankan kekuasaan. Jika kita menoleh ke belakang, pencitraan tidak hanya hidup dalam kamus kekuasaan modern, di zaman klasik pencitraan juga hidup dalam setiap rezim kekuasaan. Bedanya, bila pencitraan modern dikelola melalui media yang super canggih, maka pencitraan di zaman klasik dikelola dengan cara yang konvensional. Dalam sejarahnya rezim memang tak pernah lepas dari citra. Rezim tanpa pencitraan akan susah bertahan.

Dalam logika kekuasaan, pencitraan dibutuhkan guna mendongkrak popularitas rezim yang berkuasa, termasuk menutupi kejahatan rezim. Pencitraan yang dibangun berupaya mengarahkan pikiran rakyat agar selalu menyanjung rezim, atau paling tidak menganggap rezim yang berkuasa tidak melakukan kesalahan apapun. Dalam dunia pencitraan rezim, fakta tak lebih dari bahan mentah yang bisa dibentuk sesuai selera, semua fakta yang merugikan rezim pasti akan dirubah ke dalam tampilan lain, tampilan yang menguntungkan rezim yang berkuasa. Pada posisi ini yang terjadi adalah penyajian kebohongan seolah sebagai kebenaran.

Jika dikaitkan dengan kepentingan rezim, pencitraan yang masif dibutuhkan guna melangsungkan kerja kotor kekuasaan, ketika rakyat menganggap bahwa tidak ada masalah dengan rezim yang berkuasa, akibat kerja pencitraan yang terstruktur, maka rezim akan leluasa menjalankan praktik kotornya di balik layar. Kerja kotor tersebut berlangsung dengan aman karena rakyat tak mengetahuinya. Namun sesungguhnya ini baru tingkat kesuksesan level rendah dari kerja pencitraan. Tingkat lebih suksesnya adalah tatkala kerja kotor kekuasaan dipertontongkan secara vulgar, namun rakyat mengamini kerja kotor tersebut, menganggap kerja kotor tersebut sebagai hal yang sepantasnya. Pada posisi ini pencitraaan benar-benar sukses mengkonstruk pikiran rakyat, itulah yang terjadi dalam kasus nazi dan beberapa rezim lainnya yang pernah berkuasa di muka bumi.

Dalam konteks modern, pembangunan citra membutuhkan kemampuan tersendiri, tim pencitraan dari rezim yang berkuasa, harus selalu memodifikasi bentuk citra terhadap penguasa, bila tidak, bentuk pencitraan akan mudah terbongkar, hal ini dimungkinkan karena saat ini persebaran informasi hampir merata dan sangat mudah, di samping itu media mainstream tak lagi bertindak sebagai penguasa tunggal dalam dunia media, menjamurnya media sosial memungkinkan kebohongan yang berupaya ditutup melalui pencitraan sangat mudah terbongkar.

Apakah pencitraan harus selalu dinilai sebagai sesuatu yang negatif? Baik dan buruknya pencitraan sangat dipengaruhi oleh tujuan dan kadar faktanya, bila pencitraan yang dibangun dimaksudkan menutupi keburukan maka hal itu pasti buruk, akan tetapi, bila pencitraan dilakukan dengan cara dan tujuan baik serta sesuai fakta maka hal tersebut tidak keliru. Dibutuhkan kecerdasan dalam memahami pencitraan. Kita harus mampu memahami motivasi, latar belakang, cara, dan tujuan sebuah pencitraan. Pencitraan harus dipahami secara utuh. Kita harus bisa melihat ada tidaknya fakta yang dibangun dalam citra tersebut. Bukan perkiraan-perkiraan yang dikonstruk seolah sebagai fakta.

Penulis: Zaenal Abidin Riam
Ketua Komisi Pengembangan Cabang PB HMI MPO Periode 1437-1439 H/2015-2017 M

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT