BREAKING

Sabtu, 31 Maret 2018

Dari Identitas Tunggal Ika Menuju Identitas Bhineka


Jauh sebelum terciptanya semangat nasionalime, dan saat berkobarnya perang melawan rezim kolonial Belanda, penduduk nusantara berjuang secara terpisah di berbagai tempat yang terpisah pula. Awal 1920-an kesadaran nasionalisme mulai menguat, penduduk nusantara yang dulunya berjuang berdasarkan asas kedaerahan mulai merubah kesadaran orientasi perjuangannya, kesadaran perjuangan tersebut bergeser dari asas kedaerahan menuju asas nasionalisme, muncul rasa senasib dan sepenanggungan yang sama yang menuntun mereka untuk bergerak bersama, pada tahap ini identitas yang ditonjolkan adalah identitas ketunggalan, identitas yang berupaya mempertegas bahwa walaupun berbeda daerah namun mereka memiliki persamaan yang substansi. Puncak kesadaran tersebut ditandai dengan deklarasi penegasan , tumpah darah yang sama, bangsa yang sama, dan bahasa yang sama, kesemuanya itu bernama Indonesia. tekad ini dikumandangkan pada sumpah pemuda 1928.

Pasca kemerdekaan situasi kebangsaan kita mengalami perubahan, Soekarno sebagai presiden pertama langsung diperhadapkan dengan dinamika keberagaman, dalam berbagai kasus, terlepas dari dalih pemerintah saat itu, keberagaman tersebut tak diselesaikan dengan mulus, pembungkaman dan penangkapan tokoh perjuangan yang dulunya berjuang bersama memerdekakan bangsa ini merupakan bukti dari kasus ini. Sangat kuat kesan pemerintah saat itu masih sangat menonjolkan odentitas kesatuan dibandingkan identitas keberagaman, padahal semboyan negara bukan hanya berupa tunggal ika tapi juga bhineka, semboyan ini kemudian menjadi identitas bangsa kita, identitas kesatuan di satu sisi, dan identitas keberagaman di sisi lain. Memprioritaskan persatuan di masa itu bukan hal keliru, hanya saja perlu lahir kesadaran, bahwa setiap negara yang telah merdeka, maka negara tersebut harus siap mengahdapi identitas keberagaman. Situasi yang kurang lebih sama juga diperlihatkan oleh pemerintahan Orde Baru, Soeharto dalam banyak kasus bahkan lebih tidak toleran terhadap keberagaman, pihak-pihak yang berbeda pikiran dengannya, atau berupaya meluruskan kekurangannya, dengan gampangnya diberi label makar.

Pasca reformasi situasi berubah drastis, keberagaman mendapatkan angin segar, pikiran dan aksi yang dulunya dilarang kini mendapatkan kesempatan berekspresi di ruang publik, keberagaman menjadi identitas yang tumbuh subur di masa ini, akan tetapi menguatanya identitas tersebut tidak bertahan lama, semakin ke belakang, pemerintah yang berkuasa di era reformasi, perlahan tapi pasti mulai melakukan pembelengguan secara halus terhadap identitas keberagaman tersebut,hal ini dipicu oleh ketakutan pemerintah akan bahaya keberagaman yang menurut mereka berpotensi merusak persatuan, kecenderungan ini menunjukkan pola pikir pemerintah tidak bergerak maju, sesungguhnya ini juga merupakan kemunduran dalam berdemokrasi.

Tanpa mengabaikan identitas persatuan, kini seharusnya bangsa ini mendorong identitas keberagaman, identitas keberagaman yang perlu didorong adalah yang sesuai dengan nilai lokal bangsa ini, mendorong identitas keberagaman merupakan konsekuensi atas pilihan kita menganut demokrasi, demokrasi tidak mungkin berjalan tanpa penghargaan yang tulus terhadap keberagaman. Di sisi lain memang tetap perlu memastikan bahwa keberagaman tidak menjadi alat kepentingan individu atau kelompok tertentu untuk memenangkan kepentingan sempitnya, menjual isu keberagaman saat kontestasi politik merupakan contoh konkrit dari hal ini, ini sama saja dengan pembajakan terhadap identitas keberagaman. Identitas keberagaman harus dibiarkan terus mengalir, menemukan kematangannya, bila keberagaman konsisten dipelihara sebagai identitas nasional,maka bangsa ini akan kaya dengan pikiran dan sikap kreatif, pada gilirannya pikiran dan sikap kreatif ini akan berimplikasi positif terhadap kemajuan bangsa.

Penulis: Zaenal Abidin Riam

About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 Pemikiran dan Sastra
Design by FBTemplates | BTT